Kampanye 1000 potret perempuan tolak reklamasi dideklarasikan di Jakarta bersamaan dengan rangkaian peringatan Hari Perempuan Sedunia tahun 2016. Hingga tahun 2017, setidaknya ada 28 proyek reklamasi yang direncanakan di pesisir Indonesia. Meski mengancam kehidupan perempuan pesisir, semua proyek reklamasi tersebut tidak ada yang memperhitungkan situasi khusus perempuan. Padahal 90% dari penggerak ekonomi pesisir adalah perempuan. Pada semua proyek reklamasi tersebut tidak ada data terpilah gender dan analisis (potensi) dampak yang berbeda bagi perempuan. Karena meskipun situasi yang dihadapi antara perempuan dan laki-laki sama, peran gender yang dibakukan pada perempuan menjadikan perempuan mengalami dampak yang lebih mendalam dan berlapis. Selain itu, perempuan tidak dilibatkan dalam setiap tahapan proyek. Hal ini karena perempuan nelayan tidak diakui oleh Negara, melainkan hanya dilekatkan identitasnya sebagai bagian dari rumah tangga nelayan. Sehingga perempuan dianggap sudah terwakili oleh suami atau ayahnya.
Kampanye ini mengajak perempuan untuk mengekspresikan penolakannya terhadap proyek reklamasi melalui tubuhnya. Karena perempuan punya otoritas atas tubuh, pikiran, ruang gerak maupun hasil kerjanya yang seringkali menjadi sasaran penindasan oleh sistem patriarki dan kapitalisme. Proyek reklamasi merupakan contoh nyata bagaimana perpaduan antara kapitalisme dan patriarki yang memperkuat ketidakadilan gender.