Jakarta, 20 Oktober 2017. Negara lewat Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat (3) menjamin seluruh rakyat Indonesia memperoleh kekayaan alam secara utuh. Pada praktiknya, amanat konstitusi ini tak berjalan dengan baik.
Faktanya, swasta mendominasi pengelolaan air ini. Kewenangan negara dalam mengelola air seakan didelegasikan kepada swasta dalam porsi sangat besar. Bahkan, ada kalanya diserahkan sepenuhnya, misalnya saja, di Provinsi DKI Jakarta. Di ibu kota ini pengelolaan air bersih hampir 100% dilakukan oleh pihak swasta.
Beberapa riset memang menegaskan keterlibatan swasta dalam mengelola air. Di Provinsi DKI Jakarta saja, swasta berperan penuh dalam mengelola air. Makanya, pengelolaan air di Jakarta berbentuk konsensi yang dilakukan oleh PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) dan PT Aetra Air. Di Jakarta, swasta berperan seolah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) milik pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan air minum.
Berdasarkan hasil monitoring Hak Perempuan atas Air di lima kecamatan yani Koja, Tebet, Cilincing, Penjaringan, dan Kebon Jeruk didapatkan bahwa dari 1.168 orang responden 56,9% diantaranya menggunakan jasa penyediaan air dari Palyja atau Aetra. Mereka menyarakan, kualitas air yang tersedia bahwa masuk dalam kategori sangat buruk.
Selain itu, 93,5% dari responden sering kali merasa air yang tersedia terkadang keruh, berwarna, bau dan berasa. Di sisi lain, 67,1% responden rela merogoh koceknya lebih dari Rp100.000 per bulan untuk keperluan air. Hasil monitoring ini, memperlihatkan kebutuhan air masyarakat menengah ke bawah tak tercukupi dengan baik dari segi kuantitas maupun aliran lain. Sebaliknya, kewenangan yang diberikan Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan air kepada Palyja dan Aetra tak dilakukan dengan baik. Justru, dua perusahaan swasta ini memfokuskan pada perluasan layanan di wilayah Jakarta.
“Khususnya, di wilayah persisir itu relatif tidak ada perkembangan bagaimana pemenuhan layanan air dari Playja dan Aetra, di mana kita tahu wilayah pesisir itu kan memang kantong kemiskinan kota Jakarta,” jelas Kepala Divisi Kedaulatan Perempuan untuk Hak Perempuan Atas Air, Arieska Kurniawati dalam perbincangan dengan Validnews, Jumat (20/10).
Sebaliknya, Pemprov DKI Jakarta mendalilkan pengupayaan ini sebagai usaha menjalin kerja sama dengan pihak swasta secara berkelanjutan. Oleh karenanya, Pemprov DKI menggunakan public private partnership yang memberikan kewenangan air kepada pihak swasta. Dalam prakteknya, kerjasama ini malah membuat negara harus menanggung selisih biaya yang dibebankan para pelanggannya. Dalam proses persidangan di pengadilan, disebutkan pula oleh hakim, kerjasama ini merugikan keuangan negara.
Sumber:
Validnews (http://validnews.co/Lindungi-Kebutuhan-Air-Lewat-Regulasi-Gse)