Hari Buruh Migrant Internasional
Oleh : Ega Melindo
Pada 18 Desember Buruh Migran sedunia memperingati hari buruh migrant internasional yang merupakan hari lahirnya Konvensi Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi migrant 90). Konvensi yang menjadi standar perlindungan hak-hak buruh migrant pada setiap tahapan migrasi ini juga telah diratifikasi oleh Indonesia pada 12 April 2012.
Namun sampai hari ini Tidak ada perubahan signifikan dalam sistem perlindungan buruh migran Indonesia setelah Konvensi Migran 1990 diratifikasi pemerintah Indonesia. Pasca lebih dari 3,5 tahun Konvensi ini diratifikasi, buruh migran yang mayoritas perempuan dan bekerja di sektor pekerja rumah tangga masih berhadapan dengan sistem migrasi yang tidak aman dan justru menempatkan mereka dalam situasi rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hak.
Pasalnya, Konvensi migran yang seharusnya menjadi dasar harmonisasi kebijakan-kebijakan terkait perlindungan Buruh Migran masih belum dijadikan acuan di dalam menyusun RUU Perlindungan pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN). “Pembahasan RUU PPILN yang saat ini sedang berlangsung di tingkat legislatif awalnya diharapkan mampu menerjemahkan isi Konvensi. Namun, proses pembahasan yang tidak partisipatif mengakibatkan RUU ini tidak mengakomodasi suara dan kepentingan perempuan buruh migran,” ungkap Puspa Dewy Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan.
Menghadapi situasi tersebut Solidaritas Perempuan pada tanggal 18 desember bergerak melakukan aksi serentak untuk menuntut: 3,5 Tahun Ratifikasi Konvensi Migran 1990, Wujudkan Perlindungan Perempuan Buruh Migrant Dan Keluarganya. Aksi serentak ini dilakukan di tujuh wilayah kerja Solidaritas Perempuan, antara lain Kendari, Palu, Makassar, Mataram, Sumbawa, Lampung, dan Jakarta. Dalam menyuarakan tuntutan tersebut, kampanye serentak dilakukan melalui berbagai cara, antara lain Aksi kreatif, konferensi pers, diskusi, dan kampanye media sosial.
Palu – peringatan hari buruh migran internasional di Palu dilakukan melalui Konferensi Pers yang berlangsung di Sekterariat SP-Palu. Konpers ini menjadi ruang bagi RD, perempuan buruh migran asal Sigi, Palu yang berbagi pengalamannya sebagai korban trafficiking. Dia menceritakan pengalamannya sebagai ibu yang bekerja sebagai Buruh Migran di luar negeri yang seharusnya pulang kembali ke Indonesia membawa uang justu malah pulang membawa anak karena RD telah menjadi korban human trafiicking
Konpers juga menghadirkan narasumber lainnya, antara lain, Wakil Ketua I DPRD Kab. Sigi, Mohamad Umar, perwakilan Dinas Tenaga Kerja Sigi, Haris Suryono, Pendamping Perempuan Buruh Migran SP, Ruwaida, SH, Koordinator Aliansi Gerakan Perempuan Bersatu Sulawesi Tengah, Soraya Sultan, dan Koordinator Program SP-Palu Kartini Merdekawati, serta dimoderatori oleh perempuan pemimpin buruh migran, Suhartati. Dari konpers tersebut Kartini, mengungkapkan bahwa, “Negara telah gagal menerjemahkan konvrensi migran 1990. Hal itu dapat dilihat dari tidakadanya perubahan signifikan dalam system perlindungan buruh migrant di Indonesia.” Oleh karena itulah Solidaritas perempuan Palu, tampil sebagi organisasi yang memberikam penguatan dan pendampingan akan pentingnya hak-hak buruh migrant dan keluarganya.
Sumbawa– di Sumbawa bergerak Aksi Solidaritas prempuan berlangsung pada 18 Desember di Sumbawa besar. Dalam aksi tersebut, Solidaritas Perempuan Sumbawa menyampaikan tuntutan, “Pemerintah Sumbawa Segera Realisasikan Perlindungan dan Penyelsaian Kasus Perempuan Buruh Migran.” SP Sumbawa juga mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan RUU PPILN, Harmonisasi konvensi Migran 1990, memberanta Trafficking melalui implementasikan UU PPTPO, serta melibatkan masyarakat sipil dan Kelompok buruh migran dlm penyusunan kebijakan, dan memfasilitasi penyelsaian kasus dan pemenuhan hak-hak Perempuan Buruh Migran dan keluarganya.
Mataram- Sementara itu, SP Mataram memperingati Hari Buruh Migran internasional dengan mengulas dan membahas situasi dan persoalan terkait perempuan buruh migran dan keluarganya. Di antaranya mengenai faktor yang mendorong perempuan menjadi buruh migrant, seperti faktor pemiskinan dan alih fungsi lahan, serta bagaimana pengalaman mereka selama menjadi buruh migran. Kampanye juga dilakukan melalui media sosial, yaitu halaman facebokk Solidritas Perempuan Mataram.
Kendari- Konferensi Pers juga dilakukan oleh Solidaritas Perempuan Kendari dalam memperingati Hari Buruh Migran Internasional dengan mengangkat tema “3,5 Tahun Ratifikasi Konvensi Migran 1990, Wujudkan Perlindungan Perempuan Buruh Migran & Keluarganya di Kab. Konawe.” Konpers ini diisi dengan testimoni Perempuan Buruh Migran yang mengurai kisahnya ketika menjadi buruh migran di Malaysia. Desakan ekonomi menjadi alasan utama harus memilih bekerja di negara tujuan karena tidak tersedianya lapangan kerja dalam negeri. Berbagai situasi rentan dialaminya, mulai dari penipuan oleh calo, pemukulan, penjeratan hutang, gaji dibayar setahun sekali hingga tidak bisa pulang ke negara asal karena tidak adanya biaya transportasi dan baru kembali pada 2014 lalu. Melalui Konpers ini, diharapkan situasi kerentanan perempuan buruh migran bisa disampaikan sehingga pemerintah dan DPRD Konawe segera mewujudkan Perda Perlindungan Buruh Migran yang selama ini didorong oleh SP Kendari bersama Perempuan Buruh Migran Konawe.
Lampung- Memperingati hari buruh migrat internasional, SP Lampung melangsungkan diskusi di kantor sekretariat SP Lampung. Di dalam diskusi ini, hadir narasumber dari keluarga PBM dan pengurus SP Lampung. Diskusi melibatkan kelompo muda, yaitu kawan-kawan mahasiswa dari Universitas Lampung, dan IAN Radin inten, yang berdiskusi membahas terkait perjuangan perempuan buruh migran, seperti perempuan buruh migrant di Malaysia yang berjuang untuk kembali pulang ke Indonesia
Makasar– SP Anging Mammiri Makassar melakukan aksi di Jembatan Layang Fly Over Makassar. Meski dalam kondisi turun hujan aksi peringatan migrant day yang melibatkan perempuan-perempuan buruh migran dan anggota keluarganya, anggota dan volunteer SP tetap berlangsung. Selain aksi, SP Makassar juga melakukan Dialog di ruang redaksi Harian RADAR Makassar. Dalam dialog ini hadir narasumber dari Kepala BP3TKI Makassar, Agus Busthani, DPRD Kota Makassar, Indira Mulyasari, dan Perempuan Buruh Migran, Yuliana dan Nurhayati. Dialog ini membahas mengenai bagaimana peran BP3TKI dalam melihat situasi buruh migran khususnya perempuan. Dua perempuan buruh migran menyuarakan situasi dan pengalaman mereka, serta persoalan yang mereka hadapi. Dialog ini juga diihadiri oleh perempuan buruh migran dan anggota keluarganya, anggota SP Anging Mammiri, jaringan dan media.
Jakarta-SP bersama Jaringan buruh migran juga melakukan Aksi buruh migrant internasional yang berlangsung di Jakarta, tepatnya di depan istana negara. Melalui aksi ini, SP menyerukan kepada presiden untuk memenuhi janjinya mengharmonisasi Konvensi Migran 90, dan mewujudkan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga di dalam maupun di luar negeri. Dalam orasinya Koordinator Program SP, Nisaa Yura menyampaikan “perjuangan belum selesai dengan masih banyaknya tindakan kekerasan terhadap perempuan karena pereampasan tanah, masih banyak perempuan yang mengalami PHK membuat perempuan harus berangkat ke luar negeri ,kita masih dan harus menghadapi tahapan migrasi yang tidak berpihak pada Buruh Migran, terutama perempuan. Kampanye juga dilakukan dengan distribusi pernyataan sikap Solidaritas Perempuan, dan kampanye media sosial.
Peringatan serentak Hari Buruh Migran Sedunia dilakukan oleh Solidaritas Perempuan sebagai upaya mendesak pemerintah dalam Wujudkan Perlindungan Perempuan Buruh Migrant dan Keluarganya. Melalui kampanye ini, Solidaritas Perempuan terus mendesak agar Negara mengimplementasikan Konvensi Migran 90, dan mewujudkan perlindungan yang komprehensif bagi perempuan buruh migran dan anggota keluarganya, dengan:
- Memasukkan Konvensi Migran 90 ke dalam RUU PPILN
- Melibatkan Buruh Migran dan masyarakat sipil dalam proses pembahasan RUU PPILN
- Mewujudkan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga migran dan domestik melalui Ratifikasi Konvensi ILO No 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
- Mencabut Kebijakan-kebijakan diskriminatif terhadap Pekerja Rumah Tangga, antara lain Moratorium dan Roadmap Zero Domestic Workers
- Mewujudkan Instrumen Perlindungan Buruh Migran di ASEAN, dengan mencakup perlindungan bagi buruh migran dan anggota keluarganya, baik yang berdokumen maupun tidak berdokumen, dan bersifat mengikat secara hukum (legally binding)