SIARAN PERS
Memperdalam Regresi Demokrasi, Kebebasan Sipil, dan Hak Asasi Manusia
Jakarta, 20 Maret 2025 – Koalisi Kebebasan Berserikat dengan tegas menolak pengesahan atas revisi Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang telah disahkan pada 20 Maret 2025. Proses pembahasan hingga pengesahan ini dilakukan secara tertutup tanpa partisipasi publik yang bermakna dan hanya mengakomodasi kepentingan elite tertentu. Pengesahan ini berpotensi semakin memperdalam kemunduran demokrasi serta mengancam supremasi sipil atas militer yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998.
Pemerintahan Prabowo Subianto secara aktif mendorong revisi yang akan memungkinkan perwira aktif TNI menduduki 16 posisi di Kementerian dan Lembaga sipil, di mana saat ini pun perwira aktif TNI pun sudah menduduki jabatan-jabatan sipil di 10 Kementerian dan Lembaga. Bertambahnya kemungkinan perwira aktif TNI di ranah sipil merupakan bentuk kemunduran yang berbahaya karena bertentangan dengan semangat reformasi sektor keamanan dan supremasi sipil. Keterlibatan militer dalam administrasi pemerintahan membuka ruang bagi pendekatan militeristik dalam kebijakan publik, memperlemah akuntabilitas, dan menghambat mekanisme demokrasi.
Pembahasan revisi UU TNI dilakukan secara tertutup tanpa konsultasi yang memadai dengan masyarakat sipil, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya. Proses ini mencerminkan pola pemerintahan yang tertutup, di mana kebijakan strategis dibuat tanpa keterbukaan dan akuntabilitas. Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi publik yang luas dalam perumusan kebijakan, bukan keputusan sepihak oleh elite politik dan militer.
Meningkatnya peran militer dalam ranah sipil berpotensi mempersempit kebebasan berekspresi, kebebasan berserikat, dan memperparah kondisi hak asasi manusia. Sepanjang sejarah, keterlibatan militer dalam pemerintahan diiringi dengan represi terhadap kelompok masyarakat sipil, pelaku seni budaya, kriminalisasi aktivis, serta pembungkaman kritik. Sejumlah kasus dengan yang melibatkan pihak militer hampir atau bahkan tidak pernah dikoreksi secara akuntabel karena berlangsung di pengadilannya sendiri. Selain itu, keberadaan perwira militer di posisi strategis dalam pemerintahan berisiko memperkuat impunitas dan menghambat upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM yang melibatkan aparat militer.
Lebih dari itu pelibatan militer oleh negara telah menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif bagi pembangunan nasional yang tidak berpihak pada kepentingan warga, khususnya kelompok yang paling terdampak. Setidaknya hal tersebut dapat terlihat keterlibatan TNI dalam mengaman berbagai proyek perampasan lahan yang dilakukan oleh negara, seperti proyek food estate di Kalimantan Tengah yang menghilangkan sumber-sumber penghidupan masyarakatnya khususnya perempuan. Dari berbagai situasi pelibatan militer di ranah sipil, perempuan adalah kelompok yang mengalami kerentanan belapis, karena menjadi target kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan yang dijadikan sebagai alat kontrol dan intimidasi.
Pengesahan revisi UU TNI berpotensi semakin memperlemah mekanisme pengawasan terhadap institusi militer. Dengan semakin banyaknya peran militer di sektor sipil, ruang bagi masyarakat untuk mengawasi dan memastikan transparansi dalam pemerintahan semakin terbatas. Tanpa mekanisme pengawasan yang kuat, impunitas dalam tubuh militer akan semakin menguat, membuka ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan.
Tuntutan Koalisi Kebebasan Berserikat
- Menolak pengesahan atas Perubahan Undang-Undang Nomor. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang dilakukan secara tertutup dan tanpa partisipasi publik.
- Menjaga supremasi sipil atas militer dengan memastikan bahwa TNI tetap berada dalam ranah pertahanan negara, bukan pemerintahan sipil.
- Menghentikan upaya pelemahan reformasi sektor keamanan yang dilakukan melalui perluasan peran militer di luar tugas pertahanan.
- Memastikan adanya akuntabilitas dan mekanisme pengawasan yang kuat terhadap institusi militer agar tidak terjadi impunitas.
- Melibatkan masyarakat sipil secara bermakna dalam setiap proses perubahan kebijakan yang berkaitan dengan sektor keamanan dan pertahanan negara.
Koalisi Kebebasan Berserikat menegaskan bahwa supremasi sipil bersifat mutlak dan militer tidak memiliki peran di luar fungsi pertahanan negara. Pembahasan hingga pengesahan revisi UU TNI yang diajukan saat ini tidak hanya bertentangan dengan semangat reformasi, tetapi juga berisiko merusak profesionalisme TNI sebagai instrumen pertahanan negara. Kami menyerukan kepada DPR dan pemerintah untuk membuka kembali ruang dialog dan partisipasi yang bermakna dengan melibatkan masyarakat sipil serta pemangku kepentingan lainnya.
Narahubung:
- Riza Abdali (085774074105) YAPPIKA
- Mirza Satria Buana (081351471008) SEPAHAM Indonesia
- Violla Reininda (082116722151) PSHK
- Annisa Yudha (085711784064) IMPARSIAL
- Octania Wynn (081299242980) ELSAM
- Nosa (081280788634) Solidaritas Perempuan
Koalisi Kebebasan Berserikat – Organisasi yang Bergabung
- Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA)
- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
- Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
- IMPARSIAL
- Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta)
- Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya)
- Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru (LBH Pekanbaru)
- Lembaga Bantuan Hukum Padang (LBH Padang)
- Lembaga Bantuan Hukum Samarinda (LBH Samarinda)
- Lembaga Bantuan Hukum Bandung (LBh Bandung)
- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
- Amnesty International Indonesia
- Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi Internasional (HRWG)
- Indonesia Parliamentary Center (IPC)
- Arus Pelangi
- Solidaritas Perempuan
- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
- Indonesia Corruption Watch (ICW)
- Jaringan Gusdurian
- Lab Demokrasi
- Borneo Institute
- Institut Mosintuwu
- Koalisi Seni
- Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) Indonesia