Perempuan Menuntut Pemerintah untuk Menghentikan Eksploitasi Sumber Daya Alam Oleh Korporasi

Liputan Aksi Hari Bumi 2018
Oleh: Nisa Annisa
 
Senin , 23 April 2018 Solidaritas Perempuan melakukan aksi memperingati hari bum sedunia, yang jatuh pada tanggal 22 April setiap tahunnya. Aksi dengan tema  “Selamatkan Bumi dari Eksploitasi Korporasi, Kembalikan Kedaulatan Perempuaan ini”, dilakukan di depan istana negara, untuk mendesak pemerintah melakukan tindakan nyata penyelematan bumi yang saat ini hancur akibat korporasi dan kepentingan ekonomi global.

Aksi ini dihadiri oleh sekitar 30 orang, yang berasal dari beberapa komunitas SP, yaitu Komunitas SP Kendari, Poso, Makassar, Yogjakarta, Aceh, dan Jabotabek. Hujan yang mengguyur kawasan istana Negara, tidak menyurutkan semangat massa aksi untuk menyuarakan permasalahan yang mereka alami akibat eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi. Kerusakan yang disebabkan oleh korporasi tidak hanya merusak ekosistem  dan lingkungan, tapi juga disertai dengan penggusuran dan perampasan lahan sehingga berdampak pada hilangnya sumber kehidupan perempuan, dan nilai sosial dan budaya yang selama ini dipegang teguh oleh perempuan di suatu wilayah, serta kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai bentuk.

Dalam orasinya, Musdalifah Djamal, Ketua Badan Eksekutif (BEK) SP Anging Mammiri, menegaskan bahwa korporasi telah melakukan eksploitasi di Sulawesi Selatan. “Reklamasi, telah memperburuk kehidupan perempuan pesisir. Tidak hanya merusak ekosistem pesisir, reklamasi menyebkan perempuan dan masyarakat pesisir menjadi sulit untuk mendapat hasil laut, selain itu korporasi Negara seperti PTPN juga telah menggusur perempuan dari ruang hidupnya”. Tak hanya di Sulawesi Selatan, Surtiningsi, Ketua BEK SP Kendari, mengatakan bahwa perempuan petani sangat teracam saat terjadi eksploitasi sumber daya alam, karena sawah-sawah mereka dialih fungsi untuk tujuan perkebunan skala besar. Sedangkan dari SP Jabotabek, Erna Rosalina juga menegaskan dampak buruk dari reklamasi bagi masyarakat yang hidup di wilayah pesisir, dan semakin termarginalisasinya perempuan karena ada berbagai proyek di Jakarta, yang dapat memisahkan perempuan dengan sumberdaya alam yang mereka kelola.

Kejahatan Korporasi juga terjadi di Poso, sebagaimana diteriakkan Evani Hamzah, Ketua BEK SP Sintuwu Raya Poso “perempuan mengalami pelanggaran hak, saat PT. Sawit Jaya Abadi 2, merampas tanah mereka, HGU yang belum jelas, namun mereka sudah beroperasi, seharusnya pemerintah dapat bertindak tegas dalam hal ini”. Sana Ulaili, ketua SP Kinasih Yogyakarta mengatakan bahwa “saat ini Yogjakarta banyak dimasuki oleh proyek-proyek infrastruktur, membuatan jalan, pembuatan bandara, dari proyek-proyek itu hanya untuk menguntungkan korporasi, tapi membuat perempuan kehilangan sumber-sumber kehidupannya”. Dona Kanseria dari, SP Bungoeng Jeumpa Aceh mengucapkan “saat ini, perempuan Aceh sedang memperjuangkan ruang hidup mereka yang terganggu akibat adanya aktivitas pertambangan semen, PT. Holcim, yang sekarang juga telah melakukan monopoli air, dan membuat perempuan kesulitan untuk mengakses air ”.

Dalam orasi terakhir di aksi tersebut, Dinda Nuur Annisa Yura, Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, dengan lantang menegaskan bahwa “dengan berbagai permasalahan yang dialami perempuan diberbagai wilayah, sudah seharusnya pemerintah bertindak untuk penyelamatan bumi, dengan tidak terus memberikan ijin-ijin kepada korporasi, dan juga tidak memberikan solusi palsu dengan menjalankan proyek untuk alasan mengurangi dampak perubahan iklim, namun kenyataannya malah membatasi hak perempuan atas tanah dan lahan, padahal perempuanlah yang selama ini menjaga dan mengelola bumi”.

Selain orasi, aksi ini juga diisi oleh pembacaan puisi, oleh Eva Juwita dari SP Jabotabek dan Donna Swita dari Seknas Solidaritas Perempuan. Kedua puisi ini menceritakan bahwa bumi mengalami berbagai eksploitasi, namun, kita tetap harus menjaganya dan mempertahankannya dari kerasukan segelintir orang. Dalam aksi ini, massa aksi juga membawa poster, yang diantaranya bertuliskan, “Stop eksploitasi bumi untuk kepentingan korporat”, “Selamatkan Bumi Dari Kerakusan Korporasi, Kembalikan Tanah Perempuan,”, “Tanah adalah Sumber Kehidupan Perempuan, Jangan Diperdagangkan, “Hentikan Reklamasi Pesisir Yang Merusak bumi, Pesisir Untuk Rakyat, Bukan korporat,”. Di aksi ini juga,  Solidaritas Perempuan juga membawa replika bola dunia, yang merupakan simbol bahwa bumi sudah semakin rapuh, karena eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh korporasi. Aksi ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap oleh perwakilan SP Bungong Jeumpa Aceh, SP Jabotabek, SP Kinasih Yogyakarta, SP Kendari, SP Sintuwu Raya Poso, dan SP Anging Mammiri. Dalam pernyataan sikap tersebut SP menegaskan untuk pemerintah Jokowi-JK maupun DPR di tahun terakhir pemerintahannya untuk membuktikan janji mereka dengan langkah nyata penyelamatan bumi, baik melalui kebijakan, penyelesaian kasus, dan lain sebagainya.

Translate »