Siaran Pers Bersama “Perempuan Nelayan dan Nelayan Tradisional Mendesak Presiden untuk Mencabut Keppres No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta”

Siaran Pers Bersama Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta
(KNTI, Solidaritas Perempuan, LBH Jakarta, YLBHI, KPI, ICEL, Kiara, WALHI)

Jakarta, 28 Januari 2016. Perempuan nelayan dan nelayan tradisioAksi Reklamasi3nal mendesak Presiden Jokowi menghentikan proyek reklamasi, salah satunya reklamasi teluk Jakarta. Presiden diminta untuk mencabut Keppres No. 52 Tahun 1995 dan Perpres No. 54 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur. Selain itu masyarakat meminta menghentikan pembahasan Raperda RZWP3K dan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang tidak partisipatoris oleh DPRD Jakarta. Pasalnya, regulasi-regulasi tersebut membuka keran reklamasi yang akan meminggirkan dan merampas kehidupan nelayan, termasuk perempuan.

Teluk Jakarta telah berada dalam situasi kritis dengan ditandai dengan kematian ikan yang terus- terusan berulang. Padahal ikan dan sumber daya laut lainnya merupakan sumber kehidupan dan mata pencarian bagi masyarakat pesisir. Secara lebih lanjut, proyek-proyek reklamasi juga dapat berdampak pada bencana ekologis yang mengancam keberlangsungan hidup manusia.

Pemerintah seharusnya berupaya merevitalisasi dan memulihkan kondisi Teluk Jakarta demi berlangsungnya kehidupan masyarakat nelayan, maupun masyarakat umum lainnya. Alih-alih memulihkan kondisi, pemerintah sebaliknya justru menjual kehidupan masyarakat pesisir, melalui proyek reklamasi. Diteruskannya reklamasi, salah satunya dengan Proyek Giant Sea Wall, tentunya akan menjadikan beban Teluk Jakarta bertambah buruk. Hal ini akan diperparah dengan penurunan muka tanah yang tinggi sehingga memperparah bencana banjir yang akan dialami masyarakat Jakarta.

Meskipun mengalami situasi yang sama, namun dampak yang berbeda dirasakan oleh perempuan di wilayah pesisir Jakarta. Akibat peran gendernya, perempuan harus berpikir dan berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Reklamasi menjadikan kehidupan rumah tangga
nelayan semakin terhimpit. Sehingga banyak perempuan pesisir yang bekerja secara serampangan, ditambah dengan beban kerja domestik banyak perempuan yang harus bekerja lebih dari 18 jam sehari. Hal ini tentu membahayakan kesehatan reproduksi perempuan.

Berdasarkan situasi di atas, lebih dari 700 orang, perempuan dan laki-laki yang tergabung di dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mendesak Presiden menghentikan reklamasi. Dimulai dengan melakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek reklamasi, khususnya Reklamasi Teluk Jakarta. Penghentian reklamasi Jakarta akan menjadi prasasti pemerintahan Jokowi yang telah meniscayakan takdir Indonesia menjadi Poros Maritim. Karena selama ini proyek reklamasi merupakan tindakan memunggungi laut, tanpa mempedulikan kesejahteraan serta hak-hak nelayan dan masyarakat pesisir.

Langkah restorasi penting untuk dilakukan oleh pemerintah pusat dengan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Langkah tersebut perlu dilakukan dengan segera untuk menghentikan bencana ekologis yang mengancam kehidupan, tidak hanya masyarakat pesisir di Teluk Jakarta tetapi juga peradaban manusia.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
H. Hafidin, Ketua RW 11 Kelurahan Pluit-Muara Angke, di 08122704926
M. Taher, DPW KNTI Jakarta, di 087782000723
Arieska Kurniawaty, Solidaritas Perempuan, di 081280564651
Martin Hadiwinata, DPP KNTI, di 081286030453
Tigor Hutapea, LBH Jakarta, di 081287296684

Translate »