Solidaritas Perempuan Menolak Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Aksi Kamisan

Solidaritas Perempuan bersama komunitas dan perempuan akar rumput turut hadir dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara (25/08). Komunitas yang hadir di antaranya Solidaritas Perempuan Jabotabek, Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta, Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalimantan Tengah, Solidaritas Perempuan Mataram, dan Solidaritas Perempuan Sumbawa.

Sudah 741 kali kamisan dilakukan, namun penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) justru mengalami kemunduran. Kini, Keppres Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu muncul dengan semangat “memutihkan” pertanggungjawaban para pelanggar HAM berat dan bukan memulihkan para korban serta menyelesaikan permasalahan kemanusiaan yang sejak lama ada.

Lagipula, hingga hari ini Indonesia masih belum memiliki payung hukum penyelesaian kasus HAM berat masa lalu melalui non-yudisial, yaitu UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Namun RUU ini masih dalam tahapan pembahasan di Kementerian Hukum dan HAM. Sehingga, Keppres yang diterbitkan presiden sesungguhnya telah menyimpangi UU HAM dan UU pengadilan HAM. Komitmen Presiden Jokowi dalam penyelesaian kasus HAM berat seolah omong kosong belaka dan asal mengeklaim.

Hadirnya Keppres ini tentu akan menjadi ancaman pelanggaran HAM di kemudian hari. Bukan tidak mungkin rentetan aturan bermasalah hari ini akan menambah deretan pelanggaran hak asasi perempuan (HAP). “Kami menilai bahwa adanya Keppres ini menunjukkan bahwa pemerintah saat ini tidak serius dalam menangani pelanggaran para penjahat HAM di masa lalu. Apabila penjahat HAM di masa lalu saat ini diberikan kebijakan seperti ini tentu apa yang akan terjadi dengan pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di masa yang akan datang?” seruRima Bilaut dari Solidaritas Perempuan dalam refleksi aksi.

Lebih lanjut, kehadiran Keppres ini justru akan mengancam kehidupan perempuan karena negara akan lebih berani dalam melakukan pelanggaran HAM terhadap masyarakat, terutama perempuan.  “Situasi sistem dan kebijakan yang dikeluarkan ini, bukan solusi persoalan yang dihadapi perempuan, tetapi justru menghilangkan akses dan  kontrol mereka terhadap hutan, menghilangkan sumber kehidupan mereka, menghilangkan sumber mata pencaharian mereka.” tegas Herta dari Solidaritas Perempuan Mamut Menteng yang menyampaikan refleksinya.

Oleh karena itu, Solidaritas Perempuan bersama perempuan akar rumput turut hadir bersama para korban untuk menyuarakan keresahan kami, karena nyatanya hingga hari ini negara masih terus menjadi pelaku pelanggaran HAM dan HAP dengan merampas ruang hidup perempuan, mengontrol ruang geraknya, dan merepresi segala bentuk perlawanan perempuan. Kami menuntut negara untuk segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM dan memberikan keadilan bagi seluruh korban dan keluarga.

Hidup Korban! Jangan Diam! Lawan!
Perempuan Berdaulat!

Translate »