Liputan “Java Youth Camp”

250 anak muda datang dari berbagai penjuru Pulau Jawa untuk menyuarakan desakan masyarakat yang tertindas, perempuan akar rumput, dan kelompok marjinal lainnya yang tidak direpresentasikan di dalam Y20 Summit pada hari ini di Jakarta dan Bandung.

Y20 adalah salah satu kelompok kerja yang dibentuk oleh G20 sebagai bentuk legitimasi keterlibatan masyarakat sipil, perempuan, dan kelompok muda. Namun, G20 sesungguhnya adalah momentum pertemuan yang berfokus seputar tata kelola ekonomi global yang salah satunya mengangkat soal penanganan krisis. Namun, tata kelola ekonomi global yang dipertahankan selalu kental dengan kepentingan kapitalistik yang mengejar modal dan keuntungan sebanyak-banyaknya dan tidak mempedulikan dampaknya terhadap lingkungan maupun hak asasi manusia. Berbagai agenda yang ditawarkan lebih berorientasi pada kepentingan korporasi. Alih-alih mengatasi ketimpangan ekonomi yang mengakar dan sistematis, G20 menjadi ajang penentuan arah pertumbuhan ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir kelompok elit dan semakin memiskinkan masyarakat. SP melihat bahwa Keberadaan G20 merupakan upaya untuk melegitimasi kapitalisme global di mana kebijakan negara berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan akumulasi modal yang pesat namun membiarkan rakyatnya kehilangan ruang hidup, kehilangan kebebasan untuk mengelola lahannya, dan terdampak oleh krisis iklim. Dalam kondisi ini tentu saja perempuan akan terjebak dalam pemiskinan yang membuat mereka semakin rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan ketidakadilan. Karenanya momentum Indonesia sebagai penyelenggara G20 merupakan momen untuk mengungkap fakta persoalan dampak agenda politik global yang diusung G20 terhadap perempuan dan masyarakat marjinal lainnya.

Salah satu dampak buruk dari pembangunan yang kapitalistik adalah krisis iklim, yang tidak hanya berdampak hari ini tetapi juga mengancam keberlanjutan kehidupan ke depan. Anak muda yang sadar dan kritis melihat bahwa perampasan lahan, krisis iklim, dan bencana ekologi yang saat ini kita rasakan adalah dampak dari sistem ekonomi kapitalis yang dilanggengkan oleh kelompok elit di balik kepentingan G20. Oleh sebab itu, anak-anak muda menolak untuk diam. Mereka memperkuat gerakan dan membangun solidaritas dalam aksi kreatif Java Youth Camp: Youth20ccupy, Voice of the Future yang diselenggarakan pada 20 Juli 2022 di Depok, Jawa Barat. Dalam perkemahan sehari ini, anak muda dari Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur berkumpul, berdiskusi, dan meneguhkan posisi mereka sebagai kekuatan politik dalam mendorong keadilan iklim dan transisi energi berkeadilan. Dalam diskusi tematik dengan 7 tema yang dipilih yakni sampah plastik, pencemaran air dan udara, krisis iklim, bencana ekologi, energi kotor, perampasan ruang hidup, dan ekonomi hijau, SP turut melengkapi narasi gender dan perempuan sebagai cross-cutting isu. Dalam penanganan krisis iklim, negara perlu menggunakan pendekatan transisi energi yang adil dan berperspektif feminis. Upaya adaptasi dan mitigasi bencana ekologi juga perlu menggunakan perspektif feminis yang berangkat dari pengalaman perempuan yang selama ini mengelola alam dan merawat lingkungannya. Poin kritis SP dalam implementasi ekonomi hijau adalah diperlukannya konsolidasi kelompok muda bersama gerakan rakyat untuk mendorong agenda ekonomi kerakyatan, mengubah pola pikir dan membumikan narasi anti kapitalisme di tingkat tapak, serta memperkuat praktik ekonomi kerakyatan di akar rumput.

Menurut Aisya, salah satu peserta Java Youth Camp yang merupakan mahasiswi asal Indramayu yang terdampak langsung dari pembangunan PLTU 1 Indramayu, “Melalui Java Youth Camp ini, saya ingin menyampaikan bahwa pembangunan PLTU 1 telah memunculkan polutan yang merusak ruang hidup dan ini akan bertambah parah dengan adanya PLTU 2. Di acara ini, saya mengikuti learning exchange forum tentang energi kotor agar mengetahui lebih kompleks lagi tentang energi. Dengan adanya acara ini, saya semakin terdorong untuk menggerakkan masyarakat di desa saya untuk mengambil inisiatif memanfaatkan energi angin dan energi surya di Indramayu.”

Rima Melani, peserta Java Youth Camp yang mewakili Solidaritas Perempuan beranggapan bahwa “tata kelola energi yang ada di Indonesia masih bersifat sentralistik misalnya dalam hal menentukan kebijakan energi masih ada di tangan para pemangku kepentingan dan kaum elit. Solusi-solusi iklim pada bidang energi yang dianggap bersih, hijau dan berkelanjutan nyatanya tidak adil bagi masyarakat. Harusnya yang perlu didorong di Indonesia adalah transisi berkeadilan yang berbasis pada masyarakat. Dimana inisiatif-inisiatif masyarakat, secara khusus perempuan yang berkaitan dengan energi harus diakomodir.”

Perkemahan diakhiri dengan Pawai Youth20ccupy, Voice of the Future di mana anak-anak muda se-Pulau Jawa menyuarakan kegelisahan mereka terhadap dampak krisis iklim yang makin sering dirasakan. Para peserta pawai berjalan dari Gedung Kementerian Pemuda dan Olahraga di Senayan, Jakarta hingga Gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta. Kaum muda yang memiliki cita-cita Indonesia bebas dari ancaman krisis iklim dan krisis ekologi dalam tatanan politik yang demokratis dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia, menyatakan menolak forum G20 karena telah menciptakan ancaman yang serius bagi kelestarian ekologi dan memperparah krisis iklim yang mengancam masa depan generasi saat ini dan mendatang. Mereka juga lantang menyatakan bahwa forum Y20, yang merupakan bagian dari G20, sama sekali tidak merepresentasikan realita dan aspirasi kaum muda Indonesia. Berikut adalah beberapa tuntutan yang disuarakan dalam pawai Youth20ccupy:

  1. Menyusun kebijakan krisis iklim yang bebas dari kepentingan politik praktis yang berbasis partisipasi masyarakat yang inklusif, partisipatif, representatif, dan adil gender
  2. Pembangunan harus berbasis pada daya dukung-daya tampung lingkungan hidup & pengetahuan lokal
  3. Mengubah pola pikir dan membumikan narasi anti-kapitalisme di tingkat tapak. Mengubah orientasi komodifikasi dan nilai hasil/tambah menjadi solidaritas dan nilai guna.
  4. Konsolidasi kelompok muda bersama gerakan rakyat untuk mendorong agenda ekonomi kerakyatan.
  5. Mentransformasikan sistem ekonomi, dari sistem ekonomi kapitalis menjadi perekonomian berbasis kedaulatan rakyat
Translate »