Pernyataan Sikap “Negara Telah Gagal Dalam Menghormati, Memenuhi Dan Melindungi Hak Buruh/ Pekerja Perempuan”

Pernyataan Sikap Solidaritas Perempuan Kendari

buruh sawit di Camp DPRDBuruh sebagai salah satu kelompok yang menggerakkan sektor perekonomian dalam dunia bisnis, sudah selayaknya keberadaan buruh diperhatikan. Dalam sejarahnya buruh selalu berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, bahkan kerap mengalami pelanggaran HAM. Seperti dibanyak kasus di Negara kita buruh diperlakukan tidak manusiawi, jauh dari kata hidup sejahtera, jauh dari jaminan, jaminan kesehatan, pendidikan, hidup layak  dan keselamatan kerja, dalam kenyataan tersebut Negara dalam hal ini pemerintah beserta dunia usaha menutup mata dan mengabaikan rasa prikemanusiaan dan keadilan dengan melalaikan tanggung jawab mereka sebagai sekolompok orang atau lembaga yang bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan kesejahteraan buruh sebagai penopang jalannya perekonomian atau keberlanjutan produktivitas perusahaan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemerintah kerap kali mengabaikan bahkan menutup mata dan telinga terhadap kasus-kasus dan penindasan serta perlakuan tidak adil terhadap  sebagian besar buruh dengan berbagai macam cara agar terbebas dari tuntutan dan keluh kesah buruh. Sadar atau tidak, Negara memegang tanggungjawab penuh dalam mensejahterakan serta melindungi warganya dari segala bentuk ketidakadilan serta upaya perlindungan, dengan berlandaskan pada Pancasila dan UUD tahun 1945 yang didukung oleh peraturan perundang-undangan antara lain :

  • UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM di Pasal 38 ayat (3) “Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.”, dalam pasal ini jelas menyebutkan bahwa hak buruh tidak lepas dari perlindungan HAM.
  • HAM berlaku untuk semua anak dan pekerja, didalamnya memuat tentang Hak Asasi Anak dan pihak perusahaan berkewajiban untuk memenuhi 10 prinsip hak asasi anak, untuk mendukung hak dan perlindungan anak. Pemerintah melalui fungsi kontroling dan pengawasan terhadap dunia usaha/pemodal dalam hal ini perusahaan berkewajiban memantau kelayakan pekerjaan serta keberadaan buruh secara umum utamanya keberadaan perempuan dan anak dalam lokasi perkebunan.
  • Indonesia  telah meratifikasi 18 Konvensi ILO. Penghargaan terhadap hak asasi manusia di tempat kerja, dikenal dengan Delapan Konvensi Dasar International Labour Organization. Di dalam Konvensi itu terdapat empat aspek penting, yaitu : 1) kebebasan berserikat (Konvensi ILO Nomor 87 dan nomor 98) (2) bebas dari diskriminasi (Konvensi ILO Nomor 100 dan Nomor 111) (3) pelarangan kerja paksa (Konvensi ILO Nomor 29 dan nomor 105); dan (4) perlindungan anak (Konvensi ILO Nomor 138 dan Nomor 182)
  • Indonesia telah meratifikasi Konvensi CEDAW  No. 7 Tahun 1984
  • UU Ketenagakerjaan  No. 13 tahun  2003 telah menjamin hak-hak yang selayaknya diterima oleh buruh, (1) pemberlakuan jam kerja diatur dalam pasal 77 – 85. (2) keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam pasal 86 – 87, (3) pengupahan pasal 88 – 98, (4) kesejahteraan buruh pasal 99 – 101. tetapi dalam praktiknya hanya wacana tanpa realisasi dan tindakan nyata.
  • Permen Nakertrans No 6 tahun 2007 tentang  petunjuk teknis pendaftaran kepesertaan, pembayaran iuran, pembayaran santunan, dan pelayanan jaminan sosial tenaga kerja  pasal 8 – 14. Pada kenyataannya buruh adalah pihak yang sangat dirugikan dan terabaikan, dan perusahaan memanipulasi setiap poin tanggung jawab tersebut sebagai hak buruh, hanya untuk menimbun kekayaan dan kemewahan segelintir orang.

Dalam hal ini pemerintah berfungsi mengadakan pengaturan agar hubungan  antara pekerja/buruh dengan pengusaha berjalan serasi dan seimbang yang dilandasi oleh pengaturan hak dan kewajiban secara adil serta pemerintah berfungsi sebagai penegak hukum. Disamping itu pemerintah juga berperan sebagai penengah dalam menyelesaikan konflik atau perselisihan yang terjadi secara adil. Pada dasarnya pemerintah juga menjaga kesejahteraan buruh dan keluarganya khususnya anak-anak, menjaga kelangsungan proses produksi demi kepentingan yang lebih luas didaerah dan Negara.

Kelalaian pemerintah saat ini dalam menghormati, memenuhi, melindungi buruh/pekerja, tergambar dari  kasus penelantaran buruh perkebunan sebanyak 204 orang jiwa buruh  diantaranya 84 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 71 orang anak-anak berasal dari dari provinsi NTT yang bekerja di perkebunan kelapa sawit PT. Damai Jaya Lestari dan PT. Mulya Tani di Kab. Konawe Utara. Saat ini terlantar di Dinas Sosial Provinsi Sultra. Seharusnya sebagai warga negara berhak mendapatkan rasa aman seperti rumah yang layak, pendidikan dan kesehatan khususnya perempuan dan anak. Menyaksikan kehidupan mereka yang terlantar bahkan terabaikan dari pemerintah Dinas Nakertrans Provinsi, Dinas Nakertrans Kabupaten Konawe Utara dan Dinas terkait lainnya) sangat  memprinhatinkan.

Kondisi tersebut  adalah bentuk pemberontakan dan perlawanan para buruh terhadap prilaku ketidakadilan dan tidak manusiawinya pihak perusahaan memperlakukan buruh selama 6 tahun bekerja di perkebunan kelapa sawit mulai dari tahun 2009 sampai 2015. Pemerintah sangat lalai dalam mengontrol dan melindungi buruh. Kesewenang-wenangan itu hanya bisa disuarakan melalui 18 poin tuntutan dalam selembar kertas yang ditujukan kepada pihak pemerintah bahkan kepada Negara dengan harapan nasib mereka dapat diperjuangkan melalui rasa prikemanusiaan dan keadilan berdasarkan HAM, Pancasila dan UUD yang berlaku saat ini.

Kondisi kritis buruh diawali sejak tahun 2009 yang mana melalui pihak ketiga perusahaan melakukan proses perekrutan langsung di NTT sehingga ratusan warga NTT yang percaya terhadap janji perusahaan yaitu ada jaminan kesejahteraan keluarga buruh, jaminan kesehatan jaminan kehidupan yang layak, jaminan dan gaji/upah yang lebih layak, yang pada akhirnya warga NTT menjual harta benda yang mereka miliki dikampung halaman dan berhijrah ke Provinsi Sultra Kab. Konawe Utara. Setibanya di perusahaan, buruh ini di tempatkan dalam base camp yang letaknya jauh dari perkampungan yaitu berada ditengah hutan dalam perkebunan, tidak bisa diakses oleh siapapun, tidak ada akses kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik apapun.

Sangat miris setelah 2 tahun kemudian semua point yang dijanjikan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan dimana upah mereka tidak sepenuhnya diberikan, upah lembur tertunda hingga dua tahun kerja, tidak ada jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja bahkan yang lebih menyakitkan bagi buruh yaitu apabila buruh sakit maka mereka tidak diberi upah kerja, tidak ada jaminan pengobatan bahkan diancam unutk dipecat apabila 3 hari tidak masuk kerja. Sehingga dengan terpaksa buruh harus bekerja dalam kondisi sakit.

Perbuatan tidak manusiawi pihak swasta/perusahaan yaitu terlihat dengan beberapa kasus yang terjadi pada buruh yaitu seorang buruh perempuan berusia 50 tahun telah mengalami kebutaan permanen karena mengalami kecelakaan kerja dan tidak ada pengobatan oleh perusahaan dan seorang buruh perempuan yang jatuh dari motor saat akan pulang kerja. Ia menderita sakit pinggang berkepanjangan hingga saat ini tidak sehat lagi. Begitupula seorang laki-laki yang bekerja sebagai supir yang mengangkut hasil panen sawit juga bercerita ia pernah jatuh terbalik bersama truk yang dikendarainya. Saat itu, jalan yang dilaluinya sangat licin dan ia terjebak di jalan yang menanjak, karena memaksakan kendaraannya ia akhirnya mengalamai kecelakaan. Saat mengetahui kejadian itu, pihak perusahaan bukannya memberikan bantuan untuk biaya pengobatannya tapi malah memecatnya.

Pada 5 Oktober 2015 sekitar pukul 02.00 Wita (subuh) dengan menumpangi 2 truk para buruh beserta seluruh keluarga dan barang-barang, mereka angkut dan keluar dari base camp menuju ke kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara untuk mengadukan segala bentuk pelanggaran hak yang mereka alami dari PT Damai Jaya Lestari dan PT Mulya Tani. Apa yang dijanjikan pihak perusahaan tidak sesuai dengan  kenyataan. Buruh dipekerjakan dalam lokasi perkebunan, ditempatkan pada kondisi tidak layak yaitu rumah sederhana, tidak ada jaminan yang telah disepakati sebelmunya, tidak ada perjanjian kerja serta pemberian upah kerja yang sesuai, tidak ada jaminan kesehatan dan jaminan sosial dalam lingkungan pekerjaan, pengurangan jam kerja secara sepihak dll.

Solidaritas perempuan Kendari sebagai oragnisasi gerakan feminis yang menjunjung tinggi HAM dan rasa prikemanusiaan, Hak Asasi Anak  yang terabaikan, terus menyuarakan perlakuan ketidakadilan dan penindasan  terhadap perempuan dan anak yang terjadi dalam perusahaan dan lalainya pemerintah dalam upaya penyelamatan masyarakat asal Nusa Tenggara Timur (NTT).

Solidaritas Perempuan Kendari Mendesak Pemerintah provinsi Sultra, dan Pemerintah Kabupaten Konawe Utara untuk :

  1. Segera menyelesaikan konflik dan perselisihan yang terjadi antara buruh dan perusahaan Damai Jaya Lestari (DJL) dan PT. Mulya Tani
  2. Menindak tegas pelanggaran HAM atas buruh, perempuan dan anak dalam lingkungan kerja atau dalam perkebunan Kelapa Sawit
  3. Menjalankan fungsi kontrol dan pengawasan kepada PT. Damai Jaya Lestari dan PT. Mulya Tani
  4. Pemerintah dan perusahaan segera memulangkan buruh yang kini terlantar di Dinas Sosial Prov. Sultra dan membayarkan hak-haknya sebagai pekerja buruh di perkebunan kelapa sawit

Kendari, 16 November 2015

Sulhani
Ketua Badan Eksekutif Komunitas
Solidaritas Perempuan Kendari

Kontak Person:
Wa Ode Surtiningsi: spkendari@solidaritasperempuan.org

Translate »