Siaran Pers “Sambut Ramadhan dengan Lonjakan Harga Pangan, Pemerintah Tidak Melindungi Perempuan”

panganKenaikan harga BBM pada Juni 2013, telah memicu kenaikan harga sejumlah bahan pangan. Diperparah lagi menjelang bulan Ramadhan, dimana kebutuhan pangan cenderung meningkat harga pangan pun semakin tak terjangkau. Badan Pusat Statistik dalam Berita Resmi Statistik No. 41/07/Th. XVI yang dikeluarkan pada 1 Juli 2013 menyatakan bahwa perkembangan harga berbagai komoditas pada Juni 2013 secara umum menunjukkan adanya kenaikan. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada Juni 2013 antara lain daging ayam ras, cabai merah, telur ayam ras, beras, cabai rawit, daging sapi, ikan segar maupun yang diawetkan, bayam, jengkol, kacang panjang, kentang, wortel, alpukat, dan sejumlah komoditas lainnya. Meskipun Mentan Suswono telah memastikan pasokan pangan untuk bulan Ramadhan aman dan menyatakan bahwa kenaikan harga pangan terjadi karena hambatan distribusi sebagai imbas penaikan harga BBM, namun kenaikan harga pangan tetap tak dapat diredam.

“Dalam situasi harga pangan yang mahal dan semakin tak terjangkau, perempuan menghadapi tekanan yang lebih berat dibanding lainnya. Hal ini karena masyarakat masih menganggap bahwa, perempuan lah yang bertanggungjawab atas ketersediaan pangan yang bergizi di atas meja makan dalam keluarga” ujar Wahidah Rustam, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan. Temuan Solidaritas Perempuan memperlihatkan fakta bahwa pada keluarga miskin, perempuan terpaksa beralih pada pangan instan yang lebih terjangkau. Meskipun pangan instan dalam jangka panjang berbahaya bagi kesehatan. Fakta lainnya adalah perempuan pun harus berusaha menambah penghasilan dengan menjadi buruh cuci ataupun Pekerja Rumah Tangga (PRT).Ditambah peran perempuan dalam mengurus keluarganya, maka jam kerjanya pun bisa mencapai sekurang-kurangnya 18 jam sehari yangmembahayakan kesehatan reproduksinya. Wahidah Rustam menyatakan bahwa menjadi PRT di Indonesia sangat rentan terhadap sejumlah ketidakadilan bahkan kekerasan, hal ini karena hingga kini tidak ada payung hukum yang melindungi PRT di Indonesia.

Perkara kenaikan harga pangan jelang Ramadhan, Lebaran, tahun baru, atau hari raya lainnya terus terjadi berulang dan tak ada langkah strategis dari pemerintah. Pemerintah pun merespon dengan seadanya. Antara operasi pasar ataupun berupaya mencukupi kebutuhan dengan impor pangan. Upaya meredam harga melalui operasi pasar faktanya tidak pernah berhasil menyelesaikan masalah. Bahkan menjelang pemilu 2014, operasi pasar ditengarai lebih sarat pencitraan untuk meraih simpati publik ketimbang manfaat yang diharapkan. ” Kenaikan harga tak hanya terjadi di kota-kota besar melainkan sampai ke kampung-kampung. Namun, faktanya tidak semua wilayah bisa dijangkau operasi pasar oleh Pemerintah” ujar Wahidah Rustam.

Sementara kebijakan impor pangan untuk pemenuhan pangan, jelas akan mematikan perempuan petani, perempuan nelayan, dan perempuan produsen pangan kecil lainnya karena harus bersaing dengan produk impor dengan kapasitas produksi yang minim dan tanpa dukungan dari Pemerintah. ” Persoalan kenaikan harga dan impor pangan, tidak terlepas dari kebijakan UU Pangan No. 18 Tahun 2012 dan perjanjian perdagangan internasional, yang tidak mengatur stabilitas harga pangan dan membuka ruang bagi impor pangan” lanjut Wahidah Rustam.

Atas persoalan diatas, Solidaritas Perempuan mendesak Pemerintah untuk serius menghormati, melindungi dan memenuhi hak perempuan atas pangan, diantaranya memastikan pangan dapat terjangkau secara fisik dan ekonomi oleh perempuan. Persoalan kenaikan harga pangan sudah seharusnya diantisipasi oleh Pemerintah sebelum terjadi, dengan tidak menjadikan pangan sebagai komoditas dagang yang diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar yang telah terbukti menghilangkan sistem pengelolaan pangan tradisional yang dikelola perempuan.

Jakarta, 5 Juli 2013

Wahidah Rustam
Ketua Badan Eksekuitf Nasional
Solidaritas Perempuan

Kontak person:
Arieska Kurniawaty : arieska@solidaritasperempuan.org

Translate »