Meningkatnya trend fundamentalisme di Indonesia juga telah memperpanjang rantai ketidakadilan yang dialami perempuan. Fundamentalisme agama – sebagai sebuah reaksi dari ketidakberdayaan dalam menghadapi tekanan dan hegomoni dari kekuatan ekonomi global – menyebabkan terjadi perlawanan radikal dalam berbagai bentuk kekerasan. Fundamentalisme yang berbasiskan perilaku radikal serta interpretasi dogmatis dan unilateral dari ajaran agama, digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat dominasi untuk membatasi tubuh,pikiran dan mobilitas perempuan. Atas nama moral, perempuan semkin dimarjinalisasi bahkan dijauhkan dari kesempatan untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran lain dari nilai-nilai agama.
Dalam perkembangannya, fundamentalisme agama kemudian kawin-mengawin dengan kepentingan elit politik yang menggunakan simbol-simbol keagamaan untuk mempertahankan kekuasannya. Formalisasi syariat Islam di dalam kebijakan negara – khususnya dalam peraturan-peraturan daerah – kini telah menjamur menjadi lebih dari 190 banyaknya.
Program ini difokuskan pada upaya-upaya membangun pemahaman dan kesadaran kritis perempuan akar rumput mengenai trend fundamentalisme agama, politisasi agama dan hak otonomi seksualitas dan tubuh perempuan. Perempuan akar rumput juga didorong melakukan advokasi kebijakan diskriminatif dan terkait dengan isu fundamentalisme yang tidak berpihak dan memiskinkan perempuan. Untuk mencapai usaha ini, Solidaritas Perempuan penting untuk membangun komunikasi dengan organisasi-organisasi dalam elemen masyarakat akar rumput untuk melawan radikalisasi agama dan kekerasan atas nama agama yang membatasi tubuh, pikiran dan mobilitas perempuan.