FES Kelompok Tani Karisma Kulonprogo Yogya
Kelompok Tani Kharisma awalmya lahir di Kalibawang yang diinisiasi oleh 25 orang perempuan lintas agama dibawah leading bu Herni Saraswati yang akarab dipanggil Bu Herni. Tumbuh dan berkembang dari kesadaran perempuan petani mempertahankan dan menyebarluaskan sistem pertanian lestari sebagai sebuah pengetahuan, kearifan lokal dan budaya. Nilai-nilai feminis menjadi roh organisasi. Tidak ada satu orangpun yang ditinggalkan atau didiskriminasi. Semua orang mempunya peluang atau kesempatan yang sama dalam oragnisasi, baik menjadi pengurus ataupun mendaptkan peningkatan kapasitas dalam organisasi.
Mereka menamakan Pertanian Lestari untuk cara bertani yang dilakukan. Berbagai benih warisan leluhur mereka kembangkan tanpa menggunakan pupuk dan pestisida, karena bagi mereka kesehatan prioritas utama dibandingkan hanya mengejar produktifitas. Mereka tidak mau di intervensi oleh sistim pertanian modern berbahan kimia dan alat-alat pertanian yang tidak ramah perempuan dan meminggirkan perempuan serta menghilangkan kearifan lokal. Pertanian lestari adalah keberlanjutan lingkungan yang adil juga tabungan masa depan. Saat ini model pertanian lestari tidak hanya berkembang di Kalibawang, tapi menyebar di banyak desa yang ada di Kulonprogo
Jenis padi hitam Cempo, Mentik susu, Pentik wangi, Merah andel, Raja lele gepyok, dan Sri kuning merupakan jenis benih padi leluhur yang dikembang. Selain itu juga ada juga kacang hijau kacang kedele dan sayuran lokal yang dikembangkan di lahan pertanian mereka, meskipun tidak semua anggota memiliki sawah dan kebun, namun beberapa benih warisan leluhur tersebut mereka tanam di lahan-lahan pekarangan mereka. Hara yang digunakan untuk pertanian mereka buat sendiri yang di beri nama Nutrisi Tanaman yang dibuat dari sisa-sisa buah-buah dan sayuran rumah tangga ataupun sisa pasar yang akan menjadi sampah dan dibuang
Di Karisma, kegiatan terus berkembang, bukan hanya kegiatan menanam dan bertani. Setiap habis panen kelompok akan mengadakan temu pangan , dimana semua anggota akan menghadirkan berbagai olaham pangan lokal yang berasal dari hasil pertaniannya. Semuanya akan bertukar pangan sehat dan saling mencicipinya. Selain itu juga ada pasar desa dan angkringan setiap Sabtu pagi. Selain itu, Bu Herni juga menampung hasil tani anggota dan memasarkannya, bukan hanya untuk konsumen di Kulonprogo tapi juga luar Yogya Semarang dan Jakarta. Sejak Mei 2023 di Kelompok Karisma juga sudah dibentuk Simpan Pinjam bagi anggota kelompok
FES Lansia Ledhok Timoho Yogyakarta
Komumitas Ledhok Timoho ada sejak tahun 1999 di wilayah administrative RT 50 RW 05 Kelurahan Muja Muju Umbul Harjo Yogyakarta. Ledhok Timoho merupakan masyarakat miskon kota yang berada di pinggir kali Gajah Wong. Komunitas ini terdiri dari berbagai profesi seperti buruh, pengamen, pemulung dan pekerja sektor informal lainnya. Hingga saat ini komunitas ini masih bermasalah lahan hunian mereka karena mereka mendiami bantaran sungai dengan kemiringan yang cukup curam dan tidak layak huni, selain itu legalitasnya tidak jelas karena sewaktu-waktu bisa di gusur oleh pemerintah, walaupun mereka telag tinggal di Ledhok Timoho lebih dari 15 tahun
Pada tahun 2020, Indonesia dilanda Covid-19 tak terkecuali Ledhok Timoho. Banyak aktifitas masyarakat Ledhok Tinoho mengalami kegoncangan, banyak diantara mereka yang kehilangan pekerjaan dan sumber ekonomo akibat Covid. SP Kinasih sebagai salah satu organisasi perempuan di Yogya mulai melakukan pengorganisasian disana yang menyasar kelompok Lansia Produktif Ledhok Timoho. Berkolaborasi dengan ARKOM (Arsitek Komunitas) Yogya yang dimulai pada Maret 2021. Pengorganisasian ditujuakan untuk membangun kemandirian pangan dan perekonomian mereka.
Sebagai strategi bertahan hidup, dengan memanfaatkan lahan kosong milik masyarakat yang tidak dimanfaatkan, masyarakat sepakat untuk membangun Ruang Terbukan Hijau (RTH) yang responsive gender sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim diperkotaan yang memadukan konsep pertanian urban dan pariwasata yang bisa menunjang perekonomian masyarakat.
Mereka menanaminya dengan berbagai sayuran dan membuat kolam ikan juga beternak kambing. Semua proses pertanian ini dilakukan secara organic. Untuk itu mereka belajar ke komunitas Tani Organik Merapi (TOM) Yogya dan Kelompok Perempuan Karisma Kulonrpogo. Hasil dari gerakan kolektif ini digunakan untuk mencukup pangan anggota kelompok, sementara sisanya dijual dan uangnya digunakan untuk kegiatan kelompok.
Selain berkebun, kegiatan kelompok Lansia ini juga diisi dengan training atau workshop juga diskusi-diskusi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka terkait situasi perempuan dan masyarakat marjinal. Bahkan mereka juga mengisi kegiatan kelompok dengan berkarouke bersama dan berwisata untuk meningkatkan keakraban dan kepedulian mereka juga ruang healing bagi anggota.
Keberadaan kelompok ini juga menarik perhatian wakil walikota Yogya untuk memberikan apresiasinya. Pada peringatan hari pangan tahun 2021, wakil walikota mendatangi kelompok dan secara menyatakan keberadaan kelompok atas upaya mereka dalam memanfaatkan lingkungan dan memperkuat ketahanan pangan. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Sekretaris Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Mantri Pamong Praja Umbulharjo dan Tokoh Masyarakat.
FES Kelompok Perempuan Mantangai Hulu Kecamatan Mantangai Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah
Awal tahun 2017, 25 orang perempuan desa Mantangai Hulu bersepakat untuk membangun kelompok sebagai ruang belajar, ruang aman dan ruang perlawanan bagi mereka karena pada saat itu lahan dan hutan mereka telah dikuasai oleh perusahaan sawit, tambang bahkan food estate yang meminggirkan dan menghilangkan sumber-summber kehidupan perempuan. Akhirnya mereka menyepakati untuk melakukan kegiatan ekonomi, dimana SP telah mulai membangun konsep penguatan ekonomi yang dinaman FES (Feminis Ekonomi Solidaritas). Mereka menyepakati bahwa FES yang akan dikembangkan adalah kebun kolektif dan membuat anyaman rotan
Kebun kolektif ditujukan membantu pemenuhan pangan keluarga anggota kelompok, karena sayur-sayuran masyarakat Mantangai Hulu didatangkan dari Kapuas. Kebun kolektif ditanami dengan berbagai jenis sayuran dan tanaman rimpang[1] yang menjadi kebutuhan masyarakat. Selain itu mereka juga menanam berbagai jenis padi lokal seperti Geragai, Indu Sangumang, Siyam, Beras merah, Bariwit, Kawung, Hamuntai Baputi, Manyahi, Jambu Bahandang, Tampurihat, Luwau kantor, Hamuntai babenda dan Nampui yang mulai tersingkir oleh padi hibrida yang banyak diperkenalkan oleh pemerintah melalui program-programnya.
Sayangnya iklim tak bisa ditebak. Banjir akan datang tiba-tiba tanpa skala prioritas dan interval waktu. Hama menjadi semakin meningkat, baik kuantitas maupun jenisnya yang menyebabkan terjadinya gagal panen. Tangan-tangan terampil para perempuan tidak lagi bisa memilah benih dengan telaten untuk musim tanah berikutnya dan menyiapkan lumbung pangan keluarga. Mereka dibuat ketergantungan pada benih-benih hibrida yang menghilangkan benih-benih lokal
Melalui anyaman rotan, perempuan menghidupkan kembali motif-motif leluhur Dare[2] leluhur yang senantiasa menceritakan kehidupan orang Dayak dan lingkungan mereka. Selain anyaman rotan mereka juga membuat anyaman dari Purun[3]. Pasar kerajinan ini pernah sampai ke negara Inggris, bahkan mereka menerima pesanan 400 buah tas Purun. Selain memenuhi pasar lokal SP Mamut Menteng juga menghubungkan mereka ke toko-toko souvenir yang ada di Palangkaraya.
Keuntungan kebun kolektif dan anyaman ini, digunakan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan kelompok, bahkan mereka bisa membiayai perjuangan perempuan. Perempuan yang terlibat dalam kegiatan ini juga meningkat pengetahuan dan semakin memahami persoalan-persoalan yang dihadadapi oleh perempuan, bahwa situasi penindasan dan ketidakadilan terjadi karena adanya kebijakan negara yang tidak berpihak pada perempuan. Sumber daya alamnya yang kaya lagi dinikmati oleh perempuan. Oleh sebab itu perempuan harus memperkuat kolektifitasnya untuk bisa merebut kembali hak-haknya
[1] Jehe, lengkuas, kunyit, dan Serai
[2] Motif
[3] Purun (Lepironia articulata) adalah tumbuhan rawa yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Dayaj di Kalimantan untuk kerajinan anyaman tikar, topi, bakul dll
FES Perempuan Desa Kalumpang Kecamatan Mantangai Hulu Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah
Tanah dan hutan masyarakat desa Kalumpang saat ini banyak dikuasai oleh perusahaan sehinga tidak bisa leluasa mengakses hutan. Hal ini sama artinya mencerabut masyarakat Dayak dari akarnya, karena kehidupan orang Dayak sangat lekat dan karib dengan tanah, hutan dan sungai. Meraka sangat bergantung pada keberadaan tanah, hutan dan sungai. Hilangnya fungsi hutan berdampak pada kehidupan masyarakat desa Kalumpang khususnya perempuan. Mereka kehilangan sumber pangan. Hutan telah menjadi sawit. Mereka tak bisa lagi berladang, tidak ada padi dan sayur-sayuran yang mengisi dapur atau lumbung mereka. Hutan dihulu sungai juga telah ditambang. Limbah sawit dan tambang telah mencemari sungai yang selama ini menjadi sumber protein
Krisis iklim telah menghancurkan harapan mereka akan kesejahteraan. Banjir dan hama telah menghabisi dan merusak tanaman mereka. Mereka tak bisa lagi berpedoman pada rasi bintang karena angkasa tak selalu menghadirkan bintang sebagai petunjuk, begitu juga pesan yang disampaikan oleh kicauan burung-burung. Yang tersisa dari semua eksploitasi dan ekstraktif ini hanyalah rantai penderitaan bagi masyarakat.
Situasi inilah yang melatarbelakangi lahirnya kelompok perempuan untuk membangun kekuatan kolektif juga kemandirian ekonomi,hingga berdirilah kelompok Hurung Hapakat yang berarti Gorong Royong tahun 2016 diinisiasi oleh 10 orang perempuan. Aktivitas di Hurung Hapakat diisi dengan diskusi-didkusi, berkebun dan menganyam. Kebun ditanami dengan berbagai sayuran dan rimpang yang ditujukan untuk pemenuhan pangan dan dijula jika ada kelebihan. Perempuan juga membuat anyaman rotan dengan berbagai dare yang menggambarkan kisah hidup masyarakat Dayak dan cara orang Daya Mencintai alam atau lingkungan.
Dalam sebuah perbincangan dengan tokoh adat masyarakat Dayak, bahwa menjaga dan melindungi alam atau hutan merupakan salah satu filossofi hidup. Jika kita menjaga dan melindungi alam atau hutan maka mereka akan menjaga kita, sebaliknya jika kita merusak dan menghancurkannya maka ala makan marah dan murka. Maka membangun gerakan kolektof adalah bagian dari uapaya mereka untuk bersahabat dengan alam atau lingkungan. Melalui gerakan kolektif ini menanam dan menganyam adalah sebuah perlawanan. Melalui gerakan kolektif ini, mereka bisa memasarkan anyaman mereka di pasar kampug ataupun ke pusat souvenir yang ada di Palangkaraya, sehingga mereka bisa menambah ekonomi keluarag juga menghidupkan kegiatan-kegiatan kelompok
Kelompok Perempuan Pejuang Seri Bandung Ogan Komering Ilir Palembang
Awalnya desa Seri Bandung merupakan desa yang cukup subur dengan lahan pertanian dan perkebunan yang luas. Namun kesejahteraan ini berubah pahit setelah masuknya PTPN VII Cinta Manis pada tahun 1982. PTPN VII Cinta Manis mengokupasi lahan-lahan masyarakat untuk ditanami tebu. Sehingga mereka kehilangan lahan-lahan produktif sebagai sumber kehidupan bago mereka terutama perempuan. Mata pencaharian masyarakat berubah, dari petani menjadi buruh perkebunan dengan upah yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Ada juga yang membuka warung kecil sekedar untuk mendapatkan sedikit uang guna memenuhi kebutuhan hidup.
Kehadiran PTPN VII Cinta Manis telah melahirkan konfik yang berkepanjangan dan melahirkan trauma bagi masyarakat. Tahun 2012 terjadi konflik besar yang menyebabkan meninggalnya seorang anak berusia 12 tahun terkena peluru nyasar dan ditahannya 13 orang warga tanpa kejelasan. Dalam situasi ini SP Palembang hadir untuk memberikan pendampingan dan penguatan bagi masyarakat khususnya perempuan hingga lahirlah Kelompok Perempuan Pejuang Seri Bandung (KPPS) pada 1 September 2014 sebagai alat perjuangan dan membangun kemandirian ekonomi
KPPS telah mencoba banyak kegiatan dalam kelompok selain dari diskusi-diskusi, Dimulai dengan pembuatan Biogas. Namun tidak berhasil karena ternaknya dilepas liar sehingga kotorannya tidak baik untuk pembuatan biogas. Lalu membuat pupuk kompos, juga belum memperlihatkan hasil karena kelompok tidak memiliki lahan untuk bertanam. Menanam bawang di Polybag, hal ini juga memberikan hasil yang baik karena banyaknya modal yang harus dikeluarkan.
Hingga mereka bersepakat untuk membuat keripik singkong yang diberi nama Emping Ubi Emak tahun 2018. KPPS banyak dibantu oleh Universitas Muhammadyah melalui pelatihan dan bantuan alat produksi. Selain itu KPPS juga mengakses dana desa untuk melengkapi alat-alat produksi mereka. Pada November 2021 KPPS pun sudah mengantong izin PIRT sebagai jaminan mutu produk. Keuntungan yang mereka dapatkan dari hasil penjualan kerupuk ini hanya 50% yang dibagikan pada anggota. Sisanya digunakan untuk menambah modal usaha dan dana perjuangan.
FES Desa Lambara Sigi Palu Sulawesi Tengah
Gempa dan Tsunami di Palu akhir tahun 2018 menyisakan menyisakan persoalan besar bagi masyarakat, termasuk desa Lambara. Bencana ini telah memporakporandakan dan melumpuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Masyarakat harus kehilangan rumah dan mata pencaharian hingga memaksa mereka untuk menjadi buruh migran atau kembali menjadi buruh migran, walaupun harus bertaruh nyawa di negara orang karena lemahnya jaminan perlindungan bagi mereka
Tahun 2019 terbentuklah kelompok “Mombela” yang beranggotakan mantan buruh migran atau anggota keluarganya. Dalam kelompok mereka bersama-sama meningkatkan pengetahuan dan mengadvokasi diri juga mulai mengembangkan ekonomi produktif. Awalnya mereka membuat keripik pisang karena pisang cukup banyak ditemui di desa Lambara. Keripik pisang dikembangkan dengan berbagai varian rasa. Dengan bantuan SP Palu mereka terhubung Dinas Pemberdayaan Perempuan yang memberikan pelatihan membuat tepung pisang. Tepung pisang ini bisa digunakan untuk membuat stik pisang dan berbagai kue kering lainnya. Produk ini dipasarkan di Lambara dan desa Tetangga atau melalui kegiatan-kegiatan SP Palu atau Seknas SP
Produk-produk kelompok Lambara cukup diminati oleh masyarakat, terutama saat merayakan natal dan lebaran. Kelompok akan banjir pesanan saat ini. Harga jualnya cukup terjangkau bagi masyarakat. Keuntungan dari penjualan ini, selain untuk anggota, juga disisakan untuk kelompok sebagai kas kelompok yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan kelompok. Selaian kegiatan ekonomi produktif, kelompok Mombela juga rutin mengadakan diskusi atau pertemuan kelompok karena kelompok bertujuan sebagai ruang aman, ruang belajar dan alat perjuangan. Melalui kelompok ini mereka bisa memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan di desanya
FES Desa Pakuli Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah
Desa Pakuli, salah satu desa di Sigi dengan kawasan agraris yang cukup luas dengan irigasi permanen dari bendungan Gumbasa. Saat gempa dan tsunami akhir tahun 2018 desaini terdampak cukup parah dan menyebabkan irigasi yang selama ini mengairi sawah-sawah mereka rusak dan air irigasi tak bisa mengairi persawahan mereka. Sawah-sawah yang jauh dari saluran sumber mata air menjadi tak tergarap sempurna. Disamping itu, krisis iklim yang semakin meningkat menyebabkan petani gagal panen karena hama semakin beragam dan kerersediaan air yang terbatas. Situasi ini menyebabkan masyarakat kehilangan salah satu sumber ekonominya, Bahkan banyak diantara mereka yang terjerat hutang melalui bank keliling ataupun kredit usaha mikro lainnya dengan skema tanggung renteng
Kondisi sulit ini dimanfaatkan oleh calo buruh migran untuk merekrut mereka terutama perempuan. Banyak diantara mereka yang tertarik untuk bekerja ke luar negeri khususnya perempuan, walaupun berangkat secara tidak resmi, karena menjadi pekerja di sektor informal ke negara Timor Tengah masih di larang karena Keputusan Menteri Ketenagakerjaan nomor 260 tahun 2015 tentang pelarangan pekerja sektor informal. Namun mereka tetap ingin berangkat dengan tujuan memperbaiki ekonomi
SP Palu hadir dan menguatkan mereka. Memberikan informasi tentang migrasi aman. Bersama beberapa perempuan, selain berdiskusi dan meningkatkan pengetahuan, mereka mulai mengembangkan organisasi untuk membangun usaha ekonomi. Usaha ekonomi bertujuan untuk membangun kemandirian ekonomi dan harus berangkat dari potensi yang mereka miliki juga pengetahuan yang dimiliki oleh perempuan
Mereka menyepakati untuk membuat keripik kelor, karena bahan-bahannya banyak ditemui di Pakuli, seperti Kelor, jagung dan beras serta bumbu penyedap lainnya. Kebiasaan masyarakat disana membuat bubur daur kelor, namun ini tidak bisa bertahan lama. Agar bisa bisa dinikmati di waktu yang lama dan memanfaatkan potensi yang ada akhirnya kelompok membuat keripik kelor ini. SP Palu memfasilitasi kelompok untuk mendapatkan bantuan peralatan dalam memproduksi keripik kelor ini
Keripik kelor ini cukup diminati oleh masyarakat lokal. Selain itu kelompok ini memasarkan produksi mereka di pasar kota Palu yang cukup besar, dalam kegiatan SP palu seta even-even yang dilaksanakan sekretariat Nasional SP maupun dalam kegiatan jaringan atau melalui media sosial lainnya. Kegiatan ini disamping bisa menambah ekonomi perempuan, tapi juga bisa membantu kelompok dalam menggerakkan kelompoknya karena sebagian hasil penjualan keripik kelor disimpan sebagai kas organisasi
FES desa Siliwanga Lore Peore Poso Sulawesi Tengah
FES desa Siliwanga terbentuk pada tahun 2019, paska gempa dan tsunami akhir tahun 2018 yang melanda Palu. Penduduk desa Siliwanga sebahagian besar bekerja sebagai petani atau berkebun. Tanaman utama yang mereka tanam adalah kopi, coklat ataupun tanaman pangan lainnya. Untuk usaha ekonomi anggota kelompok menyepakati untuk mengembangkan olahan kopi, baik biji ataupun kopi bubuk. Produk ini akan dipasarkan di pasar-pasar sekitaran Siliwanga, di kota Palu di gerai-gerai kopi juga di kegiatan-kegiatan SP, baik dikomunitas atau di Seknas. Namun kelompok tidak aktif pada tahun 2021 karema masyarakat takut dengan ancaman dan kekasaran yang dilakukan oleh teroris. Mereka tidak berani ke ladang mereka karena takut. Coklah dan kopi yang matang dibiarkan jatuh tanpa di panen
Kelompok perempuan desa Siliwanga telah mengikuti pelatihan pengembangan usaha kopi, seperto cara pemilihan biji, pengeringan dan pengolahan kopi. Mereka telah memproduksi kopi bubuk dan memasarkan di desa Siliwanga, desa tetangga dan kota Palu. Selain itu kelompok juga sebagai tempat belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan ruang bersolidaritas. Dalam kelompok mereka berdiskusi dan membincang banyak hal terkait persoalan dan permasalahan yang dihadapi oleh perempuan yang disebabkan oleh negara atau swasta yang berujung pada ketidakadilan bagi perempuan
FES Perempuan desa Sidodadi Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran Lampung
Kelompok FES perempuan desa Sidodadi terbentuk pada tahun 2019 yang berangkat dari situasi petani yang serba ketergantungan pada bibit atau benih hibrida yang dijual di kios-kios. Situasi ini berdampak pada hilangnya pengetahuan perempuan, baik dalam penyediaan benih atau kerja-kerja perawatan atau pemeliharaan tanaman pertanian karena semua bertumpu pada pupuk dan pestisida kimia. Namun terkadang keuntungan yang diperoleh petani tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan karena mahalnya biaya produksi
Kelompok perempuan ini berinisiatif untuk mengembangkan kebun kolektif secara organic. Diharapkan kebun kolektif ini bisa menjadi contoh bagi masyarakat lain, bahwa bertani tidak harus tergantung pada pupuk dan pestisida kimia maupun benih atau bibit yang dibuat di pabrik. Kebun kolektif ditanami dengan berbagai sayuran yang bisa dimanfaatkan oleh anggotanya juga dijual. Selain berkebun, kelompok perempuan desa Sidodadi juga memproduksi keripik pisang berbagai varian rasa. Keripik pisang ini dipasarkan di desa Sidodadi maupun melalui jaringan Solidaritas Perempuan. Keuntungan dari penjualan hasil kebun kolektif dan keripik pisang, disisihkan sebagiannya untuk kas kelompok. Dana kelompok ini dimanfaatkan untuk mengembangkan koperasi simpan pinjam bagi anggota dengan pembayaran yang disesuaikan dengan kemampuan anggota.
Kegiatan ini mendapat dukungan dari pemerintah desa dan bisa menjadi contoh dan dilakukan juga oleh masyarakat desa Sidodadi. Hingga kemudian banyak kemudian masyarakat yang memanfaatkan pekrangan rumahnya untuk ditanami aneka sayuran untuk memenuhi pangan keluarga. Manfaat dari kegiatan ini sangat terasa ketika Indonesia dilanda wabah Covid. Sebagahagian besar masyarakat Sidodadi tidak terkena imbas yang besar terkait pangan karena mereka memiliki sumber pangan di sekeliling rumah mereka, bahkan mereka bisa saling tukar dengan tetangga lainnya sesuai kebutuhan. Tidak ada uang mereka bisa tetap makan, karena mereka bisa saling barter.
Melalui kebun kolektif, bisa memanfaatkan lahan-lahan kosong dengan berbagai tanaman yang bermanfaat melalui pertanian organic dan mengembangkan benih atau bibit lokal yang dimiliki. Saat ini usaha simpan pinjam dan kebun kolektif ini semakin berkembang dan mejadi rujukan mahasiswa dari Universitas Lampung untuk belajar bagaimana membangun inisiatif perempuan dalam membangun gerakan kolektif.
Kelompok Perempuan Cungkeng Lampung
Gerakan kolektif perempuan Cungkeng mulai sejak tahun 2018. Pada tahun 2018 pemerintah kota Lampung yang support oleh bank duni melalui program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) akan menggusur masyarakat yang mendiami teluk Cungkeng ini, karena dianggap kumuh. SP Sebay Lampung dan Seknas SP terus menguatkan masyarakat Cungkeng untuk mempertahankan hunian mereka dari penggusuran, terutama kehidupan mereka sebagai nelayan
Ditengah keterbatasan infrastruktur yang ada di Cungkeng, masyarakat terutama perempuan mulai bergerak dan membangun kekuatan. Mendiskusikan dengan warga untuk bisa memperbaiki jalan yang menghubungkan mereka ke laut maupun keluar Cungkeng. Perempuan mengumpulkan dana kolektifitas dari warga. Melalui dana itu mereka bisa membangun jalan sepanjang hampir 100 meter. Perempuan juga membuat kotak amal untuk biaya perawatan jalan tersebut. Masyarakat bisa menyumbang setiap saat, sepulang menangkap dan menjual ikan, mereka akan menyisihkan sedikit pendapatannya untuk biaya perawatan jalan. Perempuan-perempuan secara rutin melakukan pertemuan dan mendiskusikan persoalan-persoalan perempuan
Kemudian pada tahun 2020, kelompok perempuan Cungkeng ini, mulai mengembangkan usaha ekonomi melalui usaha rumahan seperti membuat kerupuk ikan, kerupuk udang dan kerupuk cumi untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan membantu biaya perjuangan mereka. Bagi masyarakat Cungkeng, kelompok atau gerakan kolektif merupakan ruang belajar dan ruang aman maupun ruang advokasi untuk mempertahankan ruang hidup. Hingga saat ini mereka bisa mempertahankan hunian mereka di Cungkeng. Program KOTAKU, tidak bisa menggusur mereka, namun masih bisa membuat taman kecil di pintu masuk menuju hunian penduduk
Terlihat bahwa perempuan senantiasa di jantung perjuangan. Merekalah ujung tombak perjuangan ini. Laki-laki lebih banyak melakukan pekerjaan fisik dalam pembuatan jalan, sementara perempuan berjalan berkeliling kampung untuk mendapatkan dukungan dan biaya untuk membangun infrastruktur mereka yang rusak. Gerakan kolektif perempuan di Cungkeng juga menjadi ruang pembelajaran bagi mahasiswa Teknokrat Lampung bagaimana mengembangkan potensi yang dimiliki untuk mendukung advokasi yang dilakukan
FES Perempuan Desa Kuku Kecamatan Pamona Utara Poso Sulawesi Tengah
Pada tahun 2017 perempuan desa Kuku sudah memulai kegiatannya dengan melakukan diskusi-diskusi untuk meningkatkan pengetahuan perempuan juga kegiatan untuk memelihara dan mengembangkan diversifikasi pangan lokal. Kegiatan ini terus berkembang hingga terbentuklah Feminis Ekonomi Solidaritas (FES) yang berangkat pada pengembangan pangan lokal yang berangkat pada kearifan lokal dan pengetahuan perempuan, seperti membuat kebun kolektif yang ditanami padi lokal dan jagung pulut. Desa Kuku akan berfungsi sebagai Lumbung Benih dari berbagai tanaman yang ada di kebun kolektif mereka. Kebun kolektif mendapatkan dukungan dari pemerintah desa Kuku dengan mengalokasikan dana desa untuk membantu pelaksanaan kebun kolektif dan membuatkan SK kepengurusan FES desa Kuku melalui surat Keputusan Kepala Desa Kuku Nomor 6 tahun 2025 tentang penetapan Susunan Pengurus Kelompok Usaha Perempuan Mawongi Desa Kuku Tahun 2025
Selain kebun kolektif, kelompok FES desa Kuku juga mengembangkan varian pangan lokal seperti dodol durian, Tiawu yang terbuat tepung jagung dan gula merah, dan Kole-kole yang terbuat dari Jagung dan gula merah yang di cetak pakai daun pandan dan dikukus. Makanan lokal ini sudah dipasarkan di desa Kuku dan desa tetangga, juga dalam kegiatan-kegiatan SP Poso dan Seknas, juga di pasarkan secara online dan berbagai platform media sosial. Selain itu produk ini juga di pasarkan dan dipromosikan di Teras Kopi Soliper komunitas Solidaritas Perempuan SP Sintuwu Raya Poso sebagai ruang untuk memasarkan dan mempromosikan berbagai produk anggota juga perempuan akar rumput. Namun yang menjadi ciri khas makanan lokal desa Kuku adalah dodol durian, karena desa Kuku sangat terkenal dengan duriannya. Dodol durian atau durian sering menjadi oleh-oleh desa Kuku. Produk ini telah mendapatkan izin P-IRT nomor 2047202010125-30 tahun 2025
Feminis Ekonomi Solidaritas ini telah memberikan banyak manfaat pada perempuan.Selain dari ruang belejar, ruang bersolidaritas juga salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian perempuan. Melalui FES perempuan yang memproduksi makanan ini akan memperoleh keuntungan juga kelompok, karena hasil dari penjualannya akan disisihkan untuk menjalankan kegiatan organisasi, sehingga tidak hanya bertumpu pada organisasi pendamping. Maroso adalah ungkapan yang senantiasa menyemangati perempuan desa Kuku
FES Perempuan Desa Tampemadoro Kecamatan Lage Poso Sulawesi Tengah
Feminis Ekonomi Solidaritas desa Tampemadoro merupakan kelompok yang baru didirikan dan aktif. Kelompok ini didirikan pada Desember tahun 2024 yang diinisiasi oleh 23 orang anggota. Bagi perempuan Tampemadoro kelompok ini bukan hanya sebagai tempat untuk menambah penghasilan namun juga untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan dalam berbagai ruang kehidupan
Kelompok ini memproduksi keripik pisang dan minyak kelapa karena bahan-bahan dasarnya banyak terdapat di desa Tampemadoro. Selain di desa Tampemadoro, produk mereka juga di pasarkan di desa tentangga dan dalam kegiatan-kegiatan SP baik di komunitas maupun di Seknas ataupun melalui media sosial. Hasil penjualan ini akan disisihkan untuk membiayao kegiatan-kegiatan di kelompok karena dalam FES tujuannya bukan hanya mengumpulkan keuangan tapi juga sebagai ruang belajar, ruang bersolidaritas dan alat perjuangan secara kolektif
Kelompok Perempuan Pelita Bumi Tarusa Sumbawa
Kebun Kolektif Kelompok Pelita Bumi desa Tarusa Sumbawa dijalankan sejak Desember 2023 dengan bantuan pendanaan dari Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa, walaupun kelompoknya sudah berdiri sejak tahun 2010. Kelompok ini beranggotakan mantan buruh migran atau keluarga buruh migran yang ada di desa Tarusa. Dari 40 orang anggota, 27 orang diantaranya adalah anggota yang aktif di kelompok, sisanya adalah mereka yang mengulang kembali bekerja sebagai buruh migran. Memang masyarakat desa Tarusa cukup banyak yang bekerja ke luar negeri, dan diberangkatkan oleh calo yang sangat rentan mendaparkan pelanggaran hak
Perjalanan FES desa Tarusa ini memperlihatkan perkembangan yang baik. Aneka sayuran ditanam dan di tata dengan indah di kebun kolektif, bahkan masyarakat sekitar akan datang dan berkunjung ke kebun kelompok untuk belanja sayuran. Yang datang bisa panen dan menimbang sendiri hasil panennya dan membayarnya pada anggota FES Tarusa yang bertugas hari itu. Selain belanja, masyarakat yang datang juga memanafaatkan keindahan kebun ini untuk berfoto dan meng uploadnya di media sosial. Selain menjual sayuran, kelompok FES ini juga menyediakan kopi kampung produksi perempuan dari desa tentangga. Mereka menjalankan peran sebagai pintu pemasaran produk perempuan lainnya. Saling membantu dan saling menguatkan
Kebun ini memberikan banyak manfaat bagi anggota karena bisa membantu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. Anggota yang menjaga, merawat dan menjual sayuran, tidak menerima bayaran setiap kedatangannya, tapi mereka boleh memetic sayuran yang ada sesuai dengan kebutuhannya. Hasil penjualan ini akan di simpan oleh pengurus dan menyisihkan untuk organisasi, yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi. Bagi anggota keuntungan kebun kolektif akan dibagikan menjelang lebaran untuk mendukung pemebuhan kebutuhan perempuan yang bentuknya telah disepakati bersama dalam kelompok