Liputan “Hadapi Bencana Pasar Bebas, Perempuan Bergerak Merebut Kedaulatan”

Hari Gerakan Perempuan Indonesia
Oleh: Ega Melindo

Gerakan perempuan indonesia122 Desember adalah hari yang diperingati sebagai hari bangkitnya gerakan perempuan di Indonesia.Memperingati hari tersebut Solidaritas Perempuan merespon dengan menyoroti persoalan terlanggarnya hak-hak perempuan, baik Perempuan petani, perempuan nelayan/pesisir, perempuan adat, perempuan miskin kota dan perempuan buruh migran. Solidaritas Perempuan melihat bahwa hari ini, perempuan masih dihadapkan pada berbagai persoalan hilangnya akses dan kontrol dan kedaulatan atas hidup dan sumber kehidupannya yang berujung pada pemiskinan.

Pemiskinan perempuan akibat berbagai mekanisme nasional dan internasional yang tidak berpihak pada masyarakat, terutama perempuan semakin menguat sampai saat ini. Perjanjian perdagangan bebas yang mengikat Indonesia menjadi sebuah bencana yang merampas sumber-sumber kehidupan perempuan. Sayangnya, Pemerintah Jokowi – JK tidak juga memutuskan untuk keluar dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) meskipun skema yang dihasilkan dari proses negosiasi telah dan akan mematikan petani dan nelayan tradisional, terutama perempuan petani dan nelayan

Perkembangan terakhir, Menteri Perdagangan justru sibuk ikut memperjuangkan kepentingan negara maju dan mengabaikan kepentingan rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia lebih fokus pada ‘isu Singapura’ yang terkait dengan investasi dan aturan persaingan usaha yang akan memberikan keuntungan bagi para investor dari negara-negara maju. Akibatnya Indonesia kehilangan kesempatan untuk meningkatkan subsidinya bagi petani dan nelayan. Dalam situasi tersebut, perempuan petani dan nelayan dengan akses dan kontrol terhadap sumber daya yang terbatas dipaksa bersaing dengan hasil produksi pertanian dan perikanan dari negara maju atau bahkan perusahaan pangan.

Melihat situasi seperti itulah, Solidaritas Perempuan dalam peringatan Hari Gerakan Perempuan Indonesia menyuarakan berbagai persoalan dan situasi perempuan melalui aksi ‘Hadapi Bencana Pasar Bebas, Perempuan Bergerak Merebut Kedaulatan’. “Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan kami atas langkah pemerintah Indonesia yang terus mengutamakan agenda kepentingan negara maju melalui mekanisme perjanjian perdagangan bebas “ ungkap Koordinator lapangan Suci Fitriah Tanjung dari Divisi Kedaulatan Perempuan Melawan Perdagangan Bebas Dan Investasi Sekretariat Nasional Solidaritas Perempuan.

Aksi ini berlangsung di sisi istana Presiden dengan menghadirkan aksi teaterikal yang menggambarkan bencana pasar bebas yang dihasilkan oleh berbagai mekanisme seperti Paket Nairobi (Hasil KTM 10 WTO), Masyarakat Ekonomi ASEAN, maupun Trans Pacific Partnership. Kentongan menjadi sebuah simbol bencana yang tengah dialami Indonesia akibat pasar bebas. Aksi ini juga dilakukan bersama anggota SP komunitas Jabotabek Solidaritas Perempuan, perempuan komunitas, dan jaringan di antaranya Papua Itu Kita.

Selain teaterikal, aksi juga diisi dengan musikalisasi puisi yang disampaikan oleh Leo Lintang dari komunitas SP Jabotabek yang menyampaikan puisi tentang situasi perempuan yang menghadapi ancaman kedaulatan pangan akibat pasar bebas. Bernard dari Papua Itu Kita dalam orasinya juga menyampaikan bencana pasar bebas yang dampaknya kita rasakan bersama tidak terkecuali bagi masyarakat di Papua dengan adanya kebijakan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).

Arieska Kurniawaty, melalui orasi politiknya menyampaikan bahwa Pemerintah sibuk dengan jargon peningkatan daya saing. Hal ini menunjukan negara berpikir sempit bahwa ekonomi hanya soal memproduksi, sehingga mengabaikan hubungan simbiosis antara peran produksi, yang dianggap sebagai peran laki-laki dan reproduksi yang biasanya dilakukan oleh perempuan.

Orasi politik sebagai penegasan pernyataan sikap Solidaritas Perempuan terhadap bencana pasar bebas yang telah melanda Indonesia juga disampaikan oleh Nisaa Yura, Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan. “Berbagai skema kebijakan pemerintah terhadap pasar bebas telah merebut kedaulatan perempuan atas tanah maupun sistem pengelolaan pangan. Perempuan terus dipinggirkan dari sumber-sumber kehidupannya,” pungkasnya. Untuk itulah aksi ini dilakukan sebagai bagian perjuangan perempuan untuk melawan pemiskinan dan merebut kedaulatan atas sumber kehidupannya.

Translate »