Pernyataan Sikap Terkait Pernyataan Fadli Zon terkait Peristiwa Perkosaan Massal 1998

Pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, terkait tidak adanya bukti perkosaan massal tahun 1998 merupakan upaya menafikan gerakan perempuan yang mencederai perjuangan perempuan. Pernyataan Fadli Zon juga bisa dikatakan sebagai upaya pemutihan dalam tragedi HAM karena ucapan bahwa kejadian tersebut tidak terjadi dan tidak ada bukti, sama saja abai bahwa syarat utama penyelesaian kasus HAM masa lalu harus didahului upaya pengungkapan kebenaran bukan justru berkata bahwa kejadian tersebut tidak terjadi atau tidak ada bukti.

Pernyataan Fadli Zon juga mengindikasikan pengaburan fakta sejarah yang dilakukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sebagai dokumen negara atas pelanggaran HAM peristiwa perkosaan 1998. Pernyataan tersebut juga merupakan bentuk manipulasi dan pelecehan terhadap upaya yang dilakukan tim untuk mengungkapkan kebenaran kasus yang menjadi tanggung jawab negara. Menurut data yang berhasil ditemukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), bentuk-bentuk kekerasan seksual yang ditemukan dalam Peristiwa Mei 1998 terbagi dalam beberapa kategori antara lain perkosaan, penganiayaan, pembakaran, dan pelecehan seksual. Dimana, terdapat 103 korban perkosaan, 26 korban perkosaan dan penganiayaan, 9 korban perkosaan dan pembakaran, dan 14 korban pelecehan seksual. Sedangkan, peristiwa pemerkosaan massal 1998 terjadi di beberapa kota seperti Jakarta dan sekitarnya, Medan, Solo, Palembang, dan Surabaya. TGPF mendapatkan laporan bahwa ratusan korban pelecehan seksual yang terjadi sebelum dan setelah Peristiwa Mei 1998 yang terjadi di beberapa kota tersebut[1].

Solidaritas Perempuan menilai pernyataan Fadli Zon merupakan upaya sistematis untuk mengaburkan fakta sejarah bahkan penghapusan jejak pelanggaran HAM di masa Orde Baru. Fadli Zon yang saat ini menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, tengah menggarap penulisan ulang sejarah dalam kurikulum pendidikan. Penulisan tersebut tidak turut mencantumkan dosa-dosa Orde Baru dan justru berupaya untuk menghapusnya. Hanya dua peristiwa pelanggaran berat HAM yang dituliskan dan itu pun dibingkai sebagai peristiwa respon terhadap pembangunan, bukan kejahatan yang dilakukan oleh negara.  Solidaritas Perempuan menilai hal ini memiliki motif politik untuk melanggengkan kekuasaan orde baru melalui pemerintahan Prabowo hari ini.

Menurut Armayanti Sanusi Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, “Upaya politik penghilangan peristiwa sejarah kasus pemerkosaan massal 1998, merupakan manifestasi dari cara pandang  relasi kuasa pejabat negara yang tidak meletakan prinsip Hak asasi manusia, keadilan gender dalam pembangunan budaya dan tatanan sosial yang adil.”

Solidaritas Perempuan juga mengecam upaya intimidasi yang dialami oleh Ita Fatia Nadia, seorang aktivis perempuan yang terlibat dalam Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Mei 1998 yang mengalami serangkaian teror secara beruntun setelah menegur pernyataan Fadli Zon yang menyatakan tidak ada bukti pemerkosaan massal Mei 1998.

Oleh karena itu, Solidaritas Perempuan menuntut kepada Fadli Zon untuk tidak mengingkari fakta dan meminta maaf atas pernyataannya terkait peristiwa Mei 1998, menolak menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional, menolak penulisan ulang sejarah Indonesia, dan mengecam segala bentuk teror dan intimidasi kepada aktivis perempuan di Indonesia.

Pernyataan Fadli Zon tentunya akan menambah kekerasan berlapis terhadap korban dan keluarga korban.  Pengaburan sejarah atas peristiwa pelanggaran HAM dan peristiwa luka  bagi korban, tidak semata-mata dapat dihilangkan dan dikubur tanpa keadilan. Para korban dan Keluarga korban hingga hari ini masih dalam situasi trauma dimana negara dituntut untuk melakukan pemulihan dan mengungkap fakta sebagai jaminan keadilan bagi mereka” tegas Armayanti Sanusi.

Narahubung:
Dina (085870655315)

[1] Seri Dokumen Kunci 2. Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Lampiran Laporan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan dapat diakses di Website Komnas Perempuan.

Facebook
Twitter
LinkedIn
X
WhatsApp

Leave a Comment

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

Artikel Terbaru