Siaran Pers Solidaritas Perempuan Menyuarakan Save Our Sisters untuk Melawan Trafficking pada Perempuan Buruh Migran

Siaran Pers Solidaritas Perempuan
Untuk Disiarkan Segera

Solidaritas Perempuan Menyuarakan Save Our Sisters untuk Melawan Trafficking pada Perempuan Buruh Migran

Lahirnya Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga (PRT) pada tahun 2011 lalu, tanggal 16 Juni adalah awal diperingati sebagai hari Pekerja Rumah Tangga Internasional. Indonesia merupakan negara dengan jumlah Pekerja Rumah Tangga yang banyak baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Diperkirakan 72% Buruh Migran Indonesia adalah perempuan dan dari seluruh Buruh Migran Perempuan (BMP) tersebut, 92% di antaranya  bekerja sebagai PRT. Tingginya angka perempuan yang menjadi PRT Migran diakibatkan oleh situasi pemiskinan dan hilangnya sumber-sumber penghidupan termasuk lapangan pekerjaan bagi perempuan di tanah air. Sehingga, menjadi buruh  migran Pekerja Rumah Tangga merupakan alternatif pekerjaan yang ditempuh oleh perempuan Indonesia, untuk menghidupi keluarganya di tengah kegagalan Negara dalam menjamin kesejahteraan dan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warga negaranya.

Selain menempati jumlah terbesar dari seluruh Buruh Migran lainnya, BMP PRT juga menjadi kelompok paling rentan terhadap kekerasan dan pelanggaran hak, termasuk trafficking atau perdagangan orang. Dalam hal trafficking misalnya, International Organization of Migration (IOM) Indonesia, mencatat sejak Maret 2005 hingga Desember 2011, 4.067 dari 2169 (53.33%) kasus trafficking yang ditangani menimpa Buruh Migran PRT. Sementara sepanjang Februari 2012-Februari 2015 SP menangani 106 kasus kekerasan dan pelanggaran hak Perempuan Buruh Migran di mana 92% nya bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga.

Situasi kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami Perempuan Pekerja Rumah Tangga Migran menunjukan lemahnya sistem hukum dan perlindungan Buruh Migran, terutama Pekerja Rumah Tangga Migran, di tingkat nasional maupun lokal. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan yang menjadi dasar sistem migrasi di Indonesia yaitu UU No. 39 Tahun 2004 dengan paradigma mengkomoditisasi Buruh Migran. Sistem migrasi yang didominasi oleh peran pihak swasta di berbagai tahap krusial, tanpa adanya mekanisme pengawasan yang memadai dari pemerintah, membuka peluang besar terjadinya trafficking pada Buruh Migran.

Tak hanya itu,  proses revisi UU No. 39 tahun 2004, maupun pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang lamban, memperlihatkan bahwa pekerja rumah tangga tidak menjadi proritas Negara. Hadirnya sebuah Roadmap bertajuk Zero Domestic Worker 2017 semakin menguatkan paradigma diskriminatif yang dimiliki Negara, serta kemalasan Negara dalam menjalankan kewajiban mereka dalam melindungi PRT migran. Regulasi dan kebijakan perlindungan Buruh Migran di tingkat daerah pun masih sangat minim, termasuk daerah-daerah kantong Buruh Migran.

Dalam merespon situasi di atas, Solidaritas Perempuan sejak tahun 1990 terus menyuarakan perlindungan Perempuan PRT migran. Upaya ini salah satunya dilakukan melalui kampanye Save Our Sisters. Save Our Sisters merupakan media kampanye Solidaritas Perempuan yang ditujukan untuk menyuarakan situasi BMP serta mendorong Perlindungan Perempuan Buruh Migran dari praktik-praktik trafficking. Kampanye yang dilakukan secara langsung telah melibatkan lebih dari 800 orang, yang terdiri dari Perempuan Buruh Migran dan anggota keluarganya, mahasiswi/a, aparat pemerintah, serta organisasi masyarakat sipil lainnya, di enam wilayah, yaitu Palu, Kendari, Makassar, Sumbawa, Mataram, dan Jakarta.

Dalam rangka menyambut hari PRT Internasional,  SP kembali mengajak masyarakat untuk menyuarakan perlawanan terhadap trafficking, di Kampanye Car Free Day SOS: Mengenal untuk Melawan Trafficking pada Perempuan Buruh Migran. Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Puspa Dewy menyatakan, “kampanye SOS pada ruang Car Free Day ini merupakan satu bagian untuk melibatkan publik yang lebih luas dalam upaya perlawanan terhadap trafficking.”

Kampanye Car Free Day SOS diadakan pada hari Minggu, 14 Juni 2015 di Bundaran HI, dengan melibatkan50  perempuan pemimpin Buruh Migran dan aktivis di lima wilayah, Kendari, Palu, Makassar, Sumbawa, dan Mataram yang akan mengajak masyarakat untuk terlibat di dalam kampanye Save Our Sisters, salah satunya melalui berbagai media yang dimiliki SP, seperti Facebook, Twitter, dan Blog SOS. “Kami juga mendorong publik untuk melaporkan kasus-kasus trafficking dan ikut berupaya dalam mencegah dan menghentikan trafficking.

Melalui Save Our Sisters, SP akan terus menyuarakan perlindungan BMP dan memastikan Negara melakukan kewajibannya dalam  melindungi dan menghormati seluruh warga negaranya, termasuk saudari-saudari kita yang melintasi batas Negara untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak.

CP: Nisaa  Yura: 081380709637

Translate »